BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Sebagaimana
yang diketahui, bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk. Hal itu dapat
dibuktikan dari berbagai macam keanekaragaman budaya yang dimili oleh bangsa
Indonesia. Keanekaragaman tersebut antara lain meliputi, suku, bangsa, bahasa,
ras, termasuk didalamnya agama. Keanekaragaman ini ibarat dua sisi mata pedang,
disisi lain ia bisa menjadi aset berharga untuk bangsa Indonesia, namun disisi
lain, ia justru bisa ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Di Indonesia
tak jarang peristiwa-peristiwa anarkis muncul akibat perbedaan-perbedaan
tersebut. Seperti konflik-konflik dalam beragaman seringkali diselesaikan yang
tidak dewasa dan rentan terhadap sikap anarkisme. Disinilah letak peran
pentingnya letak ajaran agama sebagai kontrol sosial terhadap berbagai fenomena
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Agama Islam khususnya
melalui kitab sucinya Alquran telah mengatur pola hubungan antarumat beragama,
seperti yang akan dijelaskan melalu beberapa ayat berikut ini.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adapun rumusan masalah
dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:
1)
Mengetahui
tafsir ayat-ayat tentang hubungan antar agama.
2)
Apakah
hubungannya dengan pendidikan?
3)
Apakah
hikmah mempelajari ayat-ayat tentang hubungan antar agama tersebut?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)
Untuk
mengetahui tafsir ayat-ayat tentang hubungan antar agama.
2)
Untuk
mengetahui hubungannya ayat-ayat tersebut dengan pendidikan.
3)
Untuk
mengetahui hikmah mempelajari ayat-ayat tentang hubungan antar agama tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan
ayat-ayat tentang hubungan antar agama, terdapat di dalam beberapa ayat
Al-Quran, sebagai berikut :
2.1
Ayat dan Terjemahan
A.
Q.S. Al-Mumtahanah Ayat 7-9
* Ó|¤tã ª!$# br& @yèøgs ö/ä3oY÷t/ tû÷üt/ur tûïÏ%©!$# NçF÷y$tã Nåk÷]ÏiB Zo¨uq¨B 4
ª!$#ur ÖÏs% 4
ª!$#ur Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÐÈ w â/ä38yg÷Yt ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ã Îû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_Ìøä `ÏiB öNä.Ì»tÏ br& óOèdry9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍkös9Î) 4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]t ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.Ì»tÏ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4
`tBur öNçl°;uqtFt Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ
Mudah-mudahan
Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di
antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(7).
Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil(8).
Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim(9).
B.
Q.S.
Al-Baqarah Ayat 120 dan Ayat 213
`s9ur 4ÓyÌös? y7Ytã ßqåkuø9$# wur 3t»|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3
ö@è% cÎ) yèd «!$# uqèd 3yçlù;$# 3
ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& y÷èt/ Ï%©!$# x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$#
$tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur wur AÅÁtR ÇÊËÉÈ
Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang
benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu(120).
tb%x. â¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur y]yèt7sù ª!$# z`¿ÍhÎ;¨Y9$# úïÌÏe±u;ãB tûïÍÉYãBur tAtRr&ur ãNßgyètB |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3ósuÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# $yJÏù (#qàÿn=tF÷z$# ÏmÏù 4
$tBur y#n=tG÷z$# ÏmÏù wÎ) tûïÏ%©!$# çnqè?ré& .`ÏB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ (
yygsù ª!$# úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $yJÏ9 (#qàÿn=tF÷z$# ÏmÏù z`ÏB Èd,ysø9$# ¾ÏmÏRøÎ*Î/ 3
ª!$#ur Ïôgt `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuÅÀ ?LìÉ)tGó¡B ÇËÊÌÈ
Manusia
itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus
Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka
kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara
yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus(213).
C.
Q.S.
Al-Kaafiruun Ayat 1-6
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur ÈûïÏ ÇÏÈ
Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"(1-6).
2.2
Tafsir Mufradat
والله قدير = Atau yang mempunyai kemampuan tak ada sesuatu apapun yang dapat melemahkannya.
والله غفوررحيم = Zat yang mempunuyai kelebihan dalam pengampunan dan rahmat
bagi siapapun yang bertaubat padanya.
وتقسطوا إليهم = berlaku adillah pada
mereka
إن
لله حب المقسطين = Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil disetiap
urusan-urusan dari hukum mereka.
ومن يتو لهم
فأوْلئك هم الظا لمون = Barang siapa yang mempercayai musuh-musuh Allah dan
menjadikan mereka sebagai penolong dan mencintai mereka, maka mereka termasuk
orang-orang dzalim terhadap diri mereka dan akan mendapat siksaan.[1]
قل = menunjukkan
bahwa itu adalah suatu perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
يا أيها الكافروب = Wahai orang-orang kafir
لآأعبد = Aku tidak menyembah
ما تعبدون = Apa-apa yang kamu sembah
عا بدون = penyembah[2]
ولن ترض عنك اليهود ولاالنصرى حتى تتبع ملتهم = Tidak
akan ridho orang-orang Yahudi dan Nasrani sampai kita meninggalkan yang terang
dan mengikuti dunia mereka.
ما لك من الله من ولي ولانصير = tidak
ada bagimu orang yang menjagamu dan tak ada yang dapat menolak ataupun
menjauhkan kamu dari siksaan yang pedih.[3]
2.3
Asbabun Nuzul
Dari beberapa ayat Al-Qur`an
di atas, tidak semuanya terdapat asbabun nuzul atau sebab turunnya ayat.
Ayat-ayat yang memiliki asbabun nuzul sebagai berikut :
A.
Q.S. Al-mumtahanah Ayat 8
Imam Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang berkata,
“Suatu hari, ibu saya mengunjungi saya. Ketika itu, ia terlihat dalam kondisi
cenderung (kepada islam). Saya lalu bertanya kepada Rasulullah tentang apakah
saya boleh menyambung silaturahmi dengannya? Nabi SAW lalu menjawab, ‘ya,
boleh’. Berkenaan dengan kejadian inilah, Allah lalu menurunkan ayat ini”.
Imam
Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan satu riwayat, demikian juga dengan al-Hakin
yang menilainya shahih, dari Abdullah ibnuz Zubair yang berkata, “Suatu ketika,
Qatilah datang mengunjungi anaknya, Asma binti Abu Bakar. Abu Bakar telah
menalak wanita itu pada masa jahiliah. Qatilah datang sambil membawa berbagai
hadiah. Akan tetapi, Asma menolak untuk menerimanya dan bahkan tidak
membolehkannya masuk ke dalam rumahnya sampai ia mengirim utusan kepada Aisyah
untuk menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Aisyah lalu memberitahukannya
kepada Rasulullah. Beliau lantas menyuruh Asma untuk menerima
pemberian-pemberian ibunya tersebut serta mengizinkannya masuk ke dalam
rumahnya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Allah tidak melarang kamu berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan
agama . . . .’”.[4]
B.
Q.S. Al-Baqarah Ayat 120
Ats-Tsa’labi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dulu orang-orang Yahusi Madinah dan
orang-orang Nasrani Najran berharap agar Rasulullah shalat menghadap ke arah
kiblat mereka. Ketika Allah mengubah kiblat ke arah Ka’bah, mereka pun tidak
suka dan putus asa untuk membuat beliau mengikuti agama mereka. Maka turunlah
firman Allah ta`ala :
“Dan
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu . . . .”.[5]
C.
Q.S. Al-Kafirun
Iman
Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang
Quraisy mengiming-imingi Rasulullah dengan harta berlimpah sehingga menjadi
orang terkaya di Mekah serta memberinya wanita mana saja yang beliau inginkan.
Mereka berkata, “Semua ini untukmu wahai Muhammad, asalkan engkau berhenti
menghina tuhan-tuhan kami dan berhenti mengucapkan kata-kata buruk terhadap
mereka. Tetapi jika engkau keberatan, bagaimana apabila engkau menyembah tuhan
kami selama satu tahun saja”. Mendengar tawaran orang-orang Quraisy itu,
Rasulullah lalu menjawab, “Saya akan menunggu hingga Allah memberikan
jawabannya”. Allah lalu menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai
orang-orang kafir!.’” Dan juga menurunkan ayat:
ö@è% uötósùr& «!$# þÎoTÿrããBù's? ßç7ôãr& $pkr& tbqè=Îg»pgø:$# ÇÏÍÈ
Katakanlah
(Muhammad): "Maka Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, Hai
orang-orang yang tidak berpengetahuan?"(Q.S. Az-Zumar
: 64).
Abdurrazzaq
meriwayatkan dari Wahab yang berkata, “Orang-orang Quraisy berkata kepada
Rasulullah, ‘Bersediakah engkau mengikuti agama kami setahun dan kami juga akan
akan mengikuti agamamu setahu?’ Allah lalu menurunkan ayat-ayat dalam surah ini
secara keseluruhan.”
Ibnul
Munzir meriwayatkan hal senada dari Ibnu Juraij.
Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan dari Said bin Mina yang berkata, “Suatu hari, Walid
ibnul-Mughirah, al-Ash bin Wa`il, al-Aswad ibnul-Muththalib, dan Umayyah bin
Khalaf bertemu dengan Rasulullah, mereka lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, mari
menyembah tuhan yang kami sembah dan sebagai balasannya kami juga akan
menyembah Tuhan yang engkau sembah. Selanjutnya, kami juga akan
mengikutsertakan engkau dalam seluruh urusan kami.’ Allah lalu menurunkan ayat
ini”.
2.4
Penafsiran Ayat
Berikut ini beberapa
penafsiran dari ayat-ayat di atas tentang hubungan antar agama.
A.
Q.S. Al-Mumtahanah Ayat 7-9
Allah
SWT berfirman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman setelah menyuruh mereka
memusuhi orang-orang kafir, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang
antaramu dan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka.” Yaitu, cinta
setelah benci dan keterikatan hati setelah keterasingannya.
“Dan
Allah adalah Mahakuasa.” Mahakuasa untuk menyatukan
perkara-perkara yang saling bertentangan, sehingga Dia dapat melunakkan hati
setelah sebelumnya terjadi permusuhan, lalu semua itu menjadi bersatu.
Sebagaimana firman Allah ketika memberikan kenikmatan kepada orang-orang
Anshar. “Dan ingatlah nikmat yang telah diberikan Allah kepada kalian,
ketika kamu semua saling bermusuhan, lalu Allah melunakkan hati-hati kamu,
sehingga dengan nikmat itu kamu semua menjadi bersaudara.”
Selanjutnya
Allah berfirman, “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Yaitu,
Allah akan memberikan ampunan keoada orang-orang yang kafir bila mereka
bertobat kepada Tuhan mereka dan tunduk kepada-Nya.[6]
B.
Q.S. Al-Baqarah Ayat 120 dan Ayat 213
1.
Q.S. Al-Baqarah ayat 120
Allah
mengambarkan kepada rasulnya, bahwasanya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka, karena mereka adalah
penyeru-penyeru kepada agama yang mereka anut yang mereka anggap sebagai
petunjuk, maka katakanlah kepada mereka “sesungguhnya petunjuk Allah”
yang kamu diutus dengannya, “itulah petunjuk (yang benar)”, sedangkan
apa yang kalian anut adalah hawa nafsu belaka dengan dalil firman Allah, “dan
Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”,
dalam ayat ini ada sebuah halangan yang keras untuk mengikuti hawa nafsu
orang-orang Yahudi dan Nasrani dan larangan yang menyerupai mereka dalam
perkara yang menjadi kekhususan agama mereka.
Perkataan
ini walaupun ditunjukkan kepada Rasulullah, namun umat beliau juga termasuk
didalamnya, karena yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafazh dan bukan
kekhususan sebabnya.[7]
2.
Q.S. Al-Baqarah Ayat 213
Maksudnya,
mereka bersatu diatas petunjuk, kondisi
ini selama sepuluh abad setelah nabi Nuh as., dan ketika mereka berselisih
dalam perkara agama, lalu sekelompok dari mereka kafir, sedankan sisanya masih
tetap diatas petunjuk dan terjadi perselisihan, maka Allah mengutus kembali
Rasul-rasulNya untuk melerai antara manusia dan menyatakan hujjah atas
mereka.
Pendapat
lain mengatakan, akan tetapi mereka maksudnya, dahulu manusia bersatu diatas
kekufuran, kesesatan dan kesengsaraan, mereka tidak memiliki cahaya dan tidak
pula keimanan, hingga Allah merahmati mereka dengan mengutus para Rasul kepada
mereka “sebagai pemberi kabar gembira” dengan orang-orang yang taat
kepada Allah dengan hasil ketaatan mereka seperti rizki, kekuatan tubuh, kekuatan hati, serta kehidupan yang
baik, dan yang paling tinggi dari semua itu adalah kemenangan dengan keridhaan
Allah dan surga, “juga pemberi peringatan” bagi orang yang bermaksiat
kepada Allah dengan hasil kemaksiatan mereka, seperti menahan rizki untuk
mereka, kelemahan, kehinaan, serta kehidupan yang sempit, dan yang paling besar
dari semua itu adalah kemurkaan Allah dan neraka. Allah menurunkan kitab-kitab
kepada mereka dengan kebenaran, yang isinya adalah berita-berita benar dan
perintah-perintah yang adil.
Segala
yang mencakup yang mencakup dalam kitab-kitab itu adalah suatu kebenaran yang
membedakan antara orang-orang yang berselisih dalam pokok-pokok maupun
cabang-cabang, inilah yang wajib dilakukan ketika terjadi perselisihan dan
perdebatan yang mengembalikan perselisihan itu kepada Allah dan RasulNya.
Sekiranya tidak ada didalam kitabullah dan sunnah RasulNya suatu hal yang mampu
melerai perselisihan, niscaya tidak akan diperintahkan untuk kembali keduanya,
dan ketika Allah menyebutkan nikmatNya yang besar dengan menurunkan kitab
kepada ahli kitab, dimana hal ini mengharuskan kesepakatan mereka dengannya dan
persatuan mereka, lalu Allah SWT., menggambarkan bahwa sebagian mereka telah
berlaku zalim terhadap sebagian yang lain, hingga terjadi pertentangan,
perselisihan dan banyak perseteruan, mereka berselisih terhadap kita itu yang
sepatutnya mereka adalah orang yang paling pertama bersatu padanya.
Hal
itu setelah mereka mengetahuinya dan menyakininya dengan adanya tanda-tanda
yang jelas dan dalil-dalil yang kuat, lalu mereka tersesat karenanya dengan
kesesatan yang jauh, dan Allah memberikan hidayah-Nya kepada “orang-orang
yang beriman”, dari umat ini, “kepada kebenaran tentang hal yang mereka
perselisihkan itu” setiap perkara yang diperselisihkan oleh ahli Kitab dan
mereka menyalahi yang haq dan yang benar padanya, makan Allah memberikan
hidayah untuk umat ini kepada kebenaran padanya, dengan kehendak-Nya” dan
memudahkan serta merahmati mereka.
“Dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus”, seruan kepada jalan yang lurus itu mencakup seluruh manusia sebagai
keadilan dari-Nya dan penegakan hujjah atas manusia agar mereka tidak
berkata bahwa tidak ada pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan yang
diutus kepada kami, dan Allah memberikan hidayah dengan anugerah, rahmat,
bantuan dan kasih sayang-Nya dari hamba-hamb-Nya, inilah anugerah dan
kebajikan-Nya, sedangkan yang lainnya adalah keadilan dan kebijaksanaan Allah.[8]
3.
Q.S. Al-Kafirun Ayat 1-5
Surah
ini adalah surah pembebasan diri orang beriman dari perbuatan orang-orang
musyrik dan surah yang memerintahkan orang beriman untuk membebaskan diri dari
perbuatan orang-orang kafir.
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ
(katakanlah, hai orang-orang kafir), itu
mencakup seluruh orang-orang kafir Quraisy. Ada yang menyebutkan: karena
kebodohan mereka untuk mengajak Rasulullah SAW untuk beribadah kepada berhala
mereka selama setahun, sedangkan mereka Tuhan Muhammad SAW selama setahun pula,
maka Allah SWT menurunkan surah ini. dalam surah ini, Allah memerintahkan
Rasul-Nya untuk membebaskan diri dari agama mereka secara menyeluruh.
Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ
(Aku
tidak akan menyembah apa yang kalian sembah), yaitu berupa
patungpatung dan berhala-berhala.
Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ
(Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah). Maksudnya, yaitu Allah Yang
Maha Esa, yang tidak memiliki sekutu. Kata maa (apa) disini man (siapa).
Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ
(Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah). Maksudnya, Nabi
SAW tidak akan mengikuti sembahan mereka (orang kafir), melainkan akan tetap
menyembah Allah dengan cara yang Allah cintai dan ridhai.
Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ
(Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah).
Maksudnya, orang kafir tidak melaksanakan perintah Allah dan apapun yang telah
Allah syari’atkan, yaitu dalam menyembah Allah.[9]
2.5
Hubungannya dengan
Pendidikan
Dari penafsiran ayat diatas, jika ditinjau dari aspek pendidikan,
bahwasanya menganut suatu keyakinan terhadap adanya suatu kekuasaan yang tak
terbatas yang mengusai segala sesuatu yang selanjutnya disebut sebagai perasaan
naluri beragama merupakan fitrah setiap manusia yang merupakan bagian pertama
yang harus menjadi komitmen manusia.
Dilihat dari ajaran dasarnya, bahwa setiap agama ternyata membawa
ajaran kemanusiaan dan kedamaian yang dapat digunakan sebagai dasar untuk membangun kerukunan diantara
agama-agama tersebut. Penafsiran ayat-ayat hubungan antar agama memiliki nilai
kependidikan yaitu manusia merupakan mahluk sosial yang memiliki naluri untuk
beragama sesuai dengan fitrahnya. Mereka harus saling topang-menopang kecuali
dalam pesoalan akidah demi mencapai kebahagian dan kesejahteraan dalam
kehidupan bermasyarakat. [10]
Dalam rangka membangun kerukunan antarumat bergama ini, pendidikan
akhlak dan nilai-nilai moral sangat penting ditanamkan kepada setiap orang.
Meskipun berbeda agama, tetapi setiap manusia memiliki persamaan, yaitu mereka
sama-sama keturunan Nabi Adam. Untuk itu, jika suatu ketika ada orang yang
terkena musibah, maka harus segera dibantu, tanpa mempertanyakan agama yang
dianutnya. Hal demikian dilakukan karena musibah yang terjadi bukanlah persoalan
agama atau keyakinan, tetapi persoalan kemanusiaan.
Dalam Alquran, persoalan kemanusiaan ini termasuk hal yang
diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian itulah, kerukunan beragama
akan tercapai didalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[11]
2.6
Hikmah
Hikmah mempelajari tafsir ayat-ayat hubungan antar agama diatas,
dapat dirincikan sebagai berikut:
1.
Islam
tidak melarang umatnya untuk berbuat baik dan adil kepada orang-orang kafir
yang hidup sebagai rakyat negara Islam dengan jaminan perlindungan dari negara
atau orang-orang kafir yang hidup sebagaii rakyat negara kafir, tetapi
mempunyai perjanjian dengan negara Islam.
2.
Allah
memberikan dispensasi kepada kaum mu’min untuk melakuka hubungan mu’amalah
dengan kaum kufar yang tidak memusuhi dan memerangi mereka.
3.
Orang
mu’min diwajibkan untuk berlaku adil kepada kaum kufar, yaitu dengan cara
memelihara dan menjamin hak, kehormatan, kemuliaan dan harta serta kebolehan
bergaul dengan mereka, meskipun tetap tidak menjadikan mereka sebagai teman
setia. Sebaliknya berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang kafir yang
menyerang dan memerangi kaum muslimin dan agmanya jelas dilarang.
4.
Secara
umum Islam memberikan pengakuan terhadap realita keberadaan agama-agama lain
dan penganut-penganutnya.
5.
Islam
memberikan ketegasan sikap ideologis berupa penolakan total terhadap setiap
bentuk kesyirikan aqidah, ritual ibadah ataupun hukum, yang terdapat didalam
agama-agama lain
6.
Tidak
ada boleh ada pencampuran antara Islam dan agama-agama lain dalam bidang-bidang
akidah, ritual ibadah dan hukum.[12]
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Semua agama mengajarkan kasih sayang, cinta, kedamaian, kebajikan,
persaudaraan dan sejumlah nilai-nilai kemanusiaan secara normative dan ideal.
Semoga Allah menjadikan diantara manusia dengan musuh-musuhnya rasa
kasih sayang setelah kebencian, rasa cinta setelah permusuhan dan percekcokan.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, sehingga Dia dapat mempersatukan
hati-hati yang bermusuhan, Allah Maha Pengampun terhadap orang-orang yang
bertaubat dari kesalahan.
Berdasarkan ayat-ayat diatas, dapat diketahui bahwa agama Islam
bukanlah faktor yang menjadi penghambat dalam membina hubungan antar pemeluk
agama. Islam telah menawarkan konsep tolenransi yang sangat rasional. Namun
dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak
mengenal kata kompromi.
Alquran telah meletakkan ajaran tentang kerukunan hidup antar umat
beragama secara adil dan proporsional. Allah tidak melarang umat muslim untuk
berlaku baik dan adil terhadap setiap orang termasuk kepada non muslim. Oleh
karena itu, sudah seharusnya setiap orang menanakan sikap tolenransi dan sikap
saling tolong-menolong antar umat beragama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
3.2
Saran
Kepada para pembaca, penulis menyadari banyaknya kekurangan dari
penulisan makalah ini, oleh karena itu disarankan kepada seluruh pembaca,
supaya mencari dan dan membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan
materi yang berkaitan dengan tafsir ayat-ayat hubungan antar agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada), 2002.
http://amir-sadewata.blogspot.com/2012/01/makalah-tafsir.html?m=1
http://lissyah.blogspot.com/2012/03/ayat-tentang-hubungan-antar-agama.html?m=1
http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/ayat-ayat-tentang-hubungan-antar-agama.html?m=1
Ibnu Katsir, Tafsir Juz ‘Amma, (Jakarta:
Pustaka Azzam), 2007.
Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab
Turunnya ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani), 2008.
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam
al-Mannan, (Jakarta: Pustaka Sahifa), 2007.
[1]
http://lissyah.blogspot.com/2012/03/ayat-tentang-hubungan-antar-agama.html?m=1
[2]
http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/ayat-ayat-tentang-hubungan-antar-agama.html?m=1
[3]
http://lissyah.blogspot.com/2012/03/ayat-tentang-hubungan-antar-agama.html?m=1
[4]
Jalaluddin
As-Suyuthi, Sebab Turunnya ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani), 2008,
h. 566.
[7]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir
Kalam al-Mannan, (Jakarta: Pustaka Sahifa), 2007, hh. 188-189.
[8]
Ibid., hh.336-338.
[9]
Ibnu Katsir, Tafsir Juz ‘Amma, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2007, h. 376.
[10]
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada), 2002, h. 210.
[11]
Ibid., hh.228-229.
[12]
http://amir-sadewata.blogspot.com/2012/01/makalah-tafsir.html?m=1
Comments
Post a Comment