Tradisi
Masa orientasi ini adalah ketika siswa memasuki sekolah baru, naik kejenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Seperti dari SD (sekolah dasar) naik ke SMP
(sekolah menengah pertama), dari SMP
naik ke SMA (sekolah menengah atas), maupun SMA menuju Perguruan Tinggi.
Tradisinya ialah melaksanakan kegiatan MOS ( masa orientasi siswa) yang telah
menjadi tradi di setiap sekolah-sekolah dinegri ini secara turun temurun.
Masa
oriantasi siswa ini pada dasarnya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak
sekolah yang bertujuan untuk memperkenalkan sekolah baru, apa-apa saja yang ada
didalam sekolah, dimana ruang belajarnya, dimana ruang gurunya, dimana ruang
administrasinya, labor komputer, labor bahasa, labor biologi, dimana kantin,
toilet, ruang kesehatan, serta ruang lainnya yang terdapat dalam sekolah itu.
Kemudian memperkenalkan siswa-siswi baru kepada seluruh guru yang mengajar
disekolah, dan para petinggi sekolah. Yang terakhir adalah memperkenalkan siswa
baru kepada kakak tingkat yang ada disekolah.
Kegiatan
MOS ini adalah kegiatan yang dipertanggung jawabkan oleh seorang kepala sekolah
dalam menjamin berjalannya dengan benar. Sehingga tercapai tujuan untuk
mengenalkan siswa kepada sekolah.
Namun
fenomena yang terjadi saat ini, adalah penyalahguna dan fungsi dari masa
orientasi siswa ini. Kegiatan ini menjadi ajang untuk pembalasan dendam lama
yang diperbuat oleh senior kepada junior, lalu kemudian ketika menjadi senior,
melakukan hal yang sama kepada junior-junior yang baru masuk sekolah.
Kegiatan yang ditaja oleh organisasi internal sekolah,
yang terdiri dari siswa-siswa juga, membuat kegiatan-kegiatan yang secara
hakikat tidak ada manfaatnya bagi siswa baru, dan keluar dari jalur.
Setiap
siswa baru diwajibkan untuk menggunakan pakaian seperti badut, membawa
perlengkapan yang aneh-aneh dan tak masuk akal, seperti menggunakan topi
caping, bola setengah lingkaran, atau topi corong minyak. Kemudian menghias
rambut dengan pita yang berwarna-warni, menggunakan kalung-kalung yang tebuat
dari petai dan jengkol. Dan setiap siswa-siswi baru diberikan nama gelar yang
berbeda-beda, ada dari nama binatang, ada pula tumbuhan.
Padahal,
untuk menggunakan atribut yang serba aneh tersebut, membutuh dana yang cukup
besar untuk melengkapinya. Sedangkan tidak semua dari siswa baru tersebut
memiliki ekonomi yang baik di keluarganya, bahkan untuk masuk sekolah pun
orangtuanya harus meminjam uang.
Di
dalam proses orientasi tersebut, kegiatan yang dilakukan dan berhubungan dengan
orientasi atau pendidikan mungkin bisa dikatakan hanya 20% saja. Dan sisa nya
adalah untuk menjurit (hukuman), melakukan misi balas dendam. Seorang siswa
yang diaanggap menjengkelkan, kemudian diberikan hukuman yang berat. Siswa yang
tidak bersalahpun ikut kena hukum dengan slogan mereka yang nyeleneh yaitu,
“Pasal 1, senior tak pernah salah, pasal 2, jika senior salah kembali ke pasal
1.
Yang
lebih parahnya lagi, kegiatan itu sudah berubah menjadi tindakan kriminal,
seperti senior yang kesal, lalu mengumpulkan juniornya dan memukuli dengan
pukulan yang sangat keras, sehingga menimbulkan luka. Perempuan yang cantik,
kemudian diasingkan kesuatu tempat, dan dihukum dengan hukuman disuruh membuka
pakaian, apabila tidak patuh, akan diadukan ke pamong, dan akan dikucilkan
disekolah.
Orientasi
seperti ini juga banyak dilakukan oleh organisasi luar sekolah seperti pramuka.
Dalam kegiatan pelantikan anggota barunya juga melakukan orientasi, dengan
melaksanakan kemah. Lagi-lagi perempuan yang menjadi sasaran empuk untuk
dihukum. Para senior laki-laki mengancamnya, kalau ingin lulus pelantikan,
harus “melayani” kami didalam tenda.
Akibat
dari perbuatan itu, telah banyak siswa yang menjadi trauma untuk mengikuti
kegiatan MOS disekolah atau dimanasa saja, bahkan ada yang menjadi takut untuk
bersekolah dan berjumpa dengan senior-senior. Sehinggah tercipta lagi dendam
yang baru untuk melakukan balas dendang lagi kepada senior, atau jika tidak
bisa, melampiaskan dendam itu kepada junior yang datang kemudian pada tahun
ajaran baru. Sangat berdampak negatif bagi perkembangan psikologi siswa baru,
dan menimbulkan luka hati yang sulit untuk disembuhkan.
Mengawali
kenapa kejadian ini bisa terjadi, adalah kesalahan untuk memberikan wewenang
penuh kepada siswa untuk menyelenggarakan kegiatan yang berbasis pendidikan ini
tanpa adanya melakukan pembinaan secara kontiniu. Padahal sudah jelas-jelas
banyak kasus terjadi pada saat pelaksanaan masa orientasi siswa tersebut.
Kepala
sekolah yang bertanggung jawab dalam kegiatan ini, membiarkan saja para siswa
untuk menyusun kegiatan sendiri, sehingga menjadikan siswa senior bersemangat
untuk melaksanakan kegiatan ini, karena bisa melaksanakan balas dendam, seperti
apa yang pernah diperbuat senior dahulu.
Kemudian
penilik atau pengawas sekolah tidak melaksanankan tugasnya dengan baik, tidak
melakukan kontrol dan supervisi kepada kepala sekolah. Kemudian, pihak komite
yang berhubungan langsung dengan orangtua murid, juga acuh tak acuk dengan
permasalah yang cukup serius ini. Yang terakhir, para siswa baru yang mengalami
tindakan yang tidak menyenangkan itu, tidak mau untuk berbagi cerita dengan
kepala sekolah, atau guru BK sehingga keburukan yang terjadi selama kegiatan
itu tidak dapat diketahui.
Pada
akhirnya, kegiatan MOS ini akan selalu terlaksana dengan cara yang sama, secara
turun temurun, dan akan terus berlanjut kasus-kasus yang tidak menyenangkan.
Solusi
Penyelesaian Kasus
Untuk
memberantas habis masa oraientasi siswa ini mungkin tidak dapat dilaksanakan
begitu saja. Perlu ada proses dalam upaya untuk mengurangi kesalahan dalam
pelaksanaan kegiatan ini.
Secara
perlahan-lahan, orientasi siswa ini, harus dikombinasikan dengan pendidikan
berkarakter, dengan cara memasukkan materi keagamaan atau budi pekerti selama
MOS, guna untuk mendidik siswa baru, agar lebih paham tentang etika dan
tanggung jawab seorang siswa di dalam area sekolah.
Kemudian
orang tua siswa juga ikut dihadirkan pada masa orientasi siswa ini, dan
mengurangi waktu pelaksanaannya yang biasanya selama satu minggu, menjadi 2
hari saja, yang salah satunya dihadiri oleh orangtua atau wali murid. Hal ini
lebih efektif untuk siswa mempersiapkan dirinya belajar, dan bisa memanfaatkan
uang belanjanya untuk membeli perlengkapan sekolah. Orangtua dihadirkan, guna
untuk mengenalkan seluruh perangkat sekolah, agar terciptanya komunikasi yang
baik antara orangtua dan sekolah.
Kepala
sekolah yang memiliki andil besar dalam pelaksaan kegiatan ini, harus lebih
tegas untuk memberikan wewenang kapada organisasi siswa dengan cara memberikan
persyarat untuk pelaksanaan, dan menyediakan sanksi hukuman apabila melanggar
dari peraturan yang diberikan kepala sekolah. Disamping itu kepala sekolah juga
melakukan pengawasan langsung dalam kegiatan ini, beserta para guru yang
lainnya.
Yang
menjadi tujuan utama adalah, mengembalikan kegiatan masa orientasi siswa ini kepada
konsep dan tujuan awalnya, yaitu untuk memperkenalkan seluruh komponen-komponen
yang ada di dalam sekolah.
Tingkat
keberhasilan dalam memperbaiki tradisi yang salah ini bisa sangat tinggi,
apabila kepala sekolah secara sadar dan kemauan serta perhatian yang kuat
terhadap pentingnya membangun mental dan karakter baik bagi siswa. Lalu bekerja
sama dengan stakeholder pendidikan, yaitu pengawas, komite, dan orangtua
siswa. Kemudian pada akhirnya berhasil untuk memberantas tradisi lama yang
sudah tidak manusiawi ini, dan mengubahnya kedalam bentuk tradisi yang baru dan
lebih mendidik.
Comments
Post a Comment