PENDAHULAN
Pendidikan saat
ini telah melupakan pentingnya watak, katarkter, atau akhlak mulia sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 serta UU no.20 thn 2003 yang menjadi dasar
acuan pendidikan nasional. Suatu proses pendidikan dapat dikatakan berhasil
apabila terdapat perubahan dalam perilaku, sebab terbangunnya sebuah perilaku
merupakan cerminan dari keberhasilan pendidikan.
Akibat dari
lemahnya perhatian intansi pendidikan terhadap nilai moral, menjadikan peserta
didik berprilaku diluar dari yang diharapkan. Sebagai contoh, meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kebiasaan
menyontek, tawuran dan sebagainya.
Pendidikan
karekter ini berangkat dari kegelisahan yang dirasakan seluruh masyarakat
Indonesia terhadap moral generasi penerus bangsa yang rusak. Output dari
lembaga-lembaga pendidikan yang semakin parah. Sehingga pemerintah serta
seluruh komponen masyarakat memiliki tanggung jawab besar terhadap kondisi ini.
Dari sekian banyak opsi yang dinilai mampu untuk memperbaiki keadaan ini, ranah
pendidikan adalah posisi yang paling strategis untuk melakukan perubahan dalam
pembinaan karakter bangsa.
Pada kesempatan
ini penulis akan memaparkan tentang pendidikan karakter, dasar filosofis dari
pendidikan karakter serta bagaimana konsep dasar pendidikan karakter tersebut
berdasarkan dari rujukan-rujukan yang telah penulis himpun di dalam makalah
ini.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tersusun dari dua suku kata yaitu, pendidikan dan karakter.
pendidikan berasal dari kata “didik” dengan imbuhan “pe-an” yang mengandung
arti “perbuatan”. Istilah pendidikan pada mulanya berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan kepada anak. Kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab, istilah pendidikan disebut
dengan at-tarbiyah, at-ta’dib, dan at-ta’lim[1].
Pendidikan di dalam UU SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencara untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian karakter dikemukakan oleh beberapa tokoh sebagai berikut :
1.
Koesoema A, karakter sama
dengan kepribadian. Kepribadian adalah ciri atau karakteristik, gaya atau sifat
khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima
dari lingkungan;
2.
Suyanto, karakter adalah
cara berfikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup dan
bekerjasama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;[2]
3.
Scerenko, karakter sebagai
atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, etis,
kompleksitas mental seseorang dengan orang lain;
4.
Helen G. Douglas, karakter
tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari
demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, perbuatan demi
perbuatan.[3]
Karakter selanjutnya disebut dengan Akhlak, akhlak berasal dari bahasa
Arab jamak dari kata “khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku, atau tabiat. Menurut Mubarok, akhlak adalah keadaan batin
seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan, dimana perbuatan itu lahir
dengan mudah tanpa memikirkan untung rugi.
Menurut Sa’adudin, akhlak mengandung tiga arti, yaitu;
1.
Tabiat, adalah sifat dalam diri yang terbentuk
oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan;
2.
Adat, adalah sifat dalam
diri yang diupayakan menusia melalui latihan;
3.
Watak, adalah yang tercakup
kedalam hal yang menjadi tabiat, dan hal yang diupayakan hingga menjadi adat.[4]
Menurut al-Farabi seorang filsuf Islam, akhlak adalah upaya
penumbuh-kembangan akhlak potensial baik yang ada di dalam diri setia manusia
dengan jalan membiasakan lahirnya perilaku-perilaku terpuji dan membangun
situasi kondisi yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya perilaku yan
terpuji di dalam diri seseorang.[5]
Suatu perilaku dapat disebut dengan perilaku akhlak, apabila perilaku
atau perbuatan itu lahir secara spontanitas tanpa olahan pikiran. Sebagai
contoh, seseorang yang sedang mengendarai sepeda motor dijalanan, kemudian
pengendara lain yang berada di sampingnya terjatuh. Lalu secara spontan Ia
menghentikan laju kendaraannya lalu menolong pengendara tadi, tanpa
mengharapkan imbalan apapun.
Suatu perilaku yang dipandang baik, namun tidak dapat disebut dengan akhlak
yaitu, seseorang pejalan kaki hendak menyebrangi jalan raya, melihat seorang
nenek yang hendak menyebrang jalan juga. Sebetulnya Ia tidak berkeinginan untuk
menolong nenek itu, tetapi karen nenek itu bersama dengan cucunya yang cantik,
maka ia menolong nenek tersebut.
Apabila di arahkan pada ranah pendidikan. Seorang guru dapat dikatakan
memiliki karakter sebagai guru profesional adalah ketika Ia dalam proses
pembelajaran tidak melakukan diskriminatif terhadap kemampuan para siswa. Dalam
pemberian penilain, seorang guru memberikan nilai secara objektif, tanpa adanya
interfensi dari luar atau tekanan dari pihak atasan.
Dilihat dari beberapa pengetian tersebut, bahwa karakter dan akhlak
tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Karakter dan akhlak sama-sama
menunjukkan sebuah perbuatan yang lahir secara spontan tanpa olahan pikiran
untuk memikirkan untung dan rugi, dengan kata lain bisa disebut dengan
kebiasaan.
Pendidikan karakter menurut winton, segala hal positif yang dilakukan
oleh guru yang berpengaruh kepada karakter siswanya. Pendidikan karakter
sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik
dengan mempraktikan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan
yang beradab dalam hubungan sesama manusia maupun dengan Tuhan.[6]
Pendidikan adalah segala upaya yang dilakukan guru yang mempu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak pserta
didik. Dalam hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru
berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai
hal terkait lainnya.[7]
Pendidikan karakter dalam perspektif islam yang disebut dengan
pendidikan akhlak, sebagaimana yang telah dirumuskan oleh tokoh filosof serta
pendidikan seperti Ibnu Miskawih, al-Qabisi, Ibnu Sina, al-Ghazali, dan
al-Zarnuji menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah
terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini
adalah jelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia.[8]
Dari kedua pandangan difenisi tersebut disimpulkan suatu perbuatan yang
merupakan proses bimbingan dan pembentukan yang dilakukan oleh stake holders agar
tercapainya insan yang bermoral, serta berakhlak mulia.
Pendidikan karakter kemudian diharapkan menjadi sebuah jalan untuk
melakukan tindakan prefentif terhadap rusaknya moral bangsa dengan melaksanakan
proses atau langkah-langkah dari pembinaan akhlak atau karakter secara
menyeluruh, baik dari murid terlebih dahulu, kemudian keluarga, pendidik,
lembaga pendidikan, kurikulum, serta segala sesuatu yang terlibat dalam
pendidikan.
B.
Dasar Filosofis
Pendidikan Karakter
Pengembangan pendidikan karakter
sebagai satu-satunya cara dari jalur pendidikan untuk menciptakan peserta didik
yang bermoral, tentu saja dilandasi oleh beberapa nilai-nilai filosofis agar
tujuan pendidikan karakter menjadi terarah. Berikut ini adalah dasar folosofi
pendidikan karakter dalam pendidikan nasional dan pendidikan Islam
1.
Pendidikan Nasional
Dasar filosofis yang dianut oleh
pendidikan nasional yang berkarakter adalah berlandaskan falsafah pancasila.
Setiap karakter harus dijiwai oleh kelima sila secara utuh dan komprehensif.
Penjelasannya sebagai berikut[9]:
a.
Bangsa yang Berketuhanan
Yang Maha Esa
Merupakan bentuk kesadaran dan
perilaku iman dan takwa serta berakhlak mulia sebagai karakteristik pribadi.
Karakter yang pertama ini mencerminkan saling menghormati, bekerja sama,
berkebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama, tidak memaksakan
agama dan kepercayaan bagi orang lain serta tidak melecehkan agama seseorang.
b.
Bangsa yang Menjunjung
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Diwujudkan dalam
perilaku saling menghormati sesama kewarganegaraan Indonesia, tidak memandang
suku, etnis budaya, maupun warna kulit. Dalam nilai ini tercermin karakter yang
adil dan beradab, menghormati, mengakui kesamaan derajat, hak dan kewajiban,
saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, berani membela.
c.
Bangsa yang mengedepankan
Persatuan Indonesia
Memiliki komitmen dan perilaku yang
selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan
pribadi, kelompok dan golongan. Tercermin sifat bergotong royong, rela
berkorban, bangga sebagai bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa Indonesia,
memajukan pergaulan demi persatuan.
d.
Bangsa yang Demokratis dan
Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia
Karakter kerakyatan tercermin dari
sikap yang bersahaja, tenggang rasa terhadap rakyat kecil yang menderita,
selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, mengutamakan musyawarah
untuk mufakat dan mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, berani
mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
e.
Bangsa yang Mengedepankan
Keadilan dan Kesejahteraan Sosial.
Karakter kerkeadilan sosial
tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan, menjaga harmonisasi antara hak dan kewajiban, hormat terhadap
hak-hak orang lain, suka menolong orang lain, menjauhi sikap pemerasan, tidak
boros, tidak bermewah-mewah, suka bekerja keras dan menghargai karya orang
lain.
2.
Pendidikan Islam
Di dalam pendidikan
Islam, setiap aspeknya baik dari pendidik, peserta didik, maupun administrasi
harus mengandung nilai akhlak sebagai cara untuk menciptakan karakter. Prinsip dasarnya
haruslah mengacu kepada al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi dasar filosifis
pendidikan Islam. Berikut ini adalah beberapa nilai filosofis yang mengandung
nilai pendidikan Islam menurut Toto Tasmara[10]:
a.
The man of wisdom,
pendidik tidak hanya menguasai dan terampil dalam prosfesinya, tetapi juga
sangat berdedikasi dan dibekali dengan hikmah kebijakan. (al-baqarah: 268)
b.
High in integrity,
baik pendidik maupun peserta didik bersungguh-sungguh untuk meningkatkat
kualitas keilmuan. Tidak hanya memikirkan apa yang tampak, tetapi mapu melihat
apa di balik yang tampak melalui proses perenungan dan tafakkur. (ali imran:
190)
c.
Willingness to learn,
memiliki motivasi yang sangat kuat untuk terus belajar dan mampu mengambil
pelajaran dari setiap pelajaran dan peristiwa
yang dihadapinya. (yusuf: 111)
d.
Proactive stance,
bersikap proaktif ingin memberikan kontribisi positif terhadap lingkungannya.
Melalui pengalaman dan kemampuan dirinya, mampu mengampu keputusan yang terbaik
dan menjauhi perbuatan yang merygikan. (al-maidah: 100)
e.
Faith in God,
mencintai Allah SWT dan karenanya, selalu mendapatkan petunjuk dari-Nya. Hidup
bagaikan telah dihibahkan kepada Allah sehingga tumbuh rasa optimis untuk
menjadikan Allah satu-satunya tempat bersandar dan bertawakal. (ali imran:
30-31, al-baqarah: 138)
f.
Creditable and reputable,
selalu berusaha untuk menempatkan dirinya sebagai insan yang dapat dipercaya
sehingga tidak pernah mau mengingkari janji atau mengkhianati amanah yang
dipikulkan kepada dirinya. (ar-ra’d: 19-22)
g.
Being the best,
selalu ingin menjadikan dirinya sebagai teladan dan menampilkan unjuk kerja
yang terbaik. (ali imran: 110)
h.
Empathy and compassion,
menanamkan rasa cinta kepada orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri. (at-taubah: 128)
i.
Emosional maturity,
mereka memiliki kedewasaan emosi, tabah, dan tidak pernah mengenal kata
menyerah serta mampu mengendalikan diri dan tidak pernah terperangkap dalam
keputusan yang emosional. (luqman: 17)
j.
Balance, memiliki
jiwa yang tenang, sebagaimana dikenal dalam al-Qur’an sebagai nafsul
muthmainnah. (al-fajr: 27-30, asy-syu’ara: 89)
k.
Sense of mission,
memiliki arah tujuan atau misi yang jelas dalam kehidupannya. (at-taubah: 33,
al-fath:28, ash-shaf: 9)
l.
Sense of competition,
memiliki sikap untuk bersaing dengan sehat. Karena sadar bahwa setiap umat
memiliki kiblat dan martabatnya. (al-baqarah: 148)
Dari kedua nilai filosofis tersebut, pada dasarnya memiliki tujuan yang
sama, yaitu akhlak terpuji. Namun dalam hal ini, Islam lebih rinci dan kopleks
dalam memaparkan nilai pendidikan disertai dengan ayat-ayat yang jelas.
C. Konsep Pendidikan Karakter
Sebelum menapak pada konsep pendidikan karakter, terlebih dahulu harus
mengetahui mengenai fungsi dari pendidikan karakter. pendidikan karakter
memiliki tiga fungsi utama, pertama fungsi pembentukan dan pengembangan potensi
peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai
falsafah pancasila maupun agama.
Kedua adalah fungsi perbaikan dan penguatan, yaitu memperbaiki dan
mempertkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk
ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab. Ketiga adalah fungsi penyaring,
yaitu mampu memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya luar yang tidak
sesuai dengan karakter bangsa yang bermartabat.[11]
Konsep pendidikan karakter dalam perspektif Islam, yaitu segala sesuatu
upaya yang digunakan untuk mewujudkan sebuah karakter tidak hanya teraplikasi
kepada hubungan sesama manusia, tetapi juga harus ada hubungan vertikal dengan
Allah SWT.
Pendidikan karakter ini tidak hanya terlihat dari sisi luarnya saja,
yaitu seperti menggantikan nama kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru
yang berbasis karakter. namun harus secara jelas tampak perbedaan dengan
kurikulum non karakter.
Pendidikan karakter tidak lagi menjadi sebuah mata pelajaran khusus yang
terpisah dari mata pelajaran lainnya sebagaimana yang pernah diterapkan pada
kurikulum yang sebelumnya yaitu, pendidikan budi perti maupun pendidikan moral
pancasila. Apabila tetap menjadi sebuah mata pelajaran yang terpisahkan, maka
disinyalir tidak akan ada perubahan yang terjadi kecuali hanya jadwal belajar
yang lebih lama.
Konsep pendidikan karekter yang dapat memberikan dampak secara jelas,
apabila nilai-nilai karakter itu terdapat disetiap mata pelajaran, dengan porsi
yang beragam. Pendidikan karakter mewarnai seluruh mata pelajaran, yang disebut
dengan hidden curiculum (kirikulum tersembunyi). Sehingga tidak
perlu adanya penambahan jam serta mata pelajaran.
Berikut ini adalah nilai-nilai dalam pendidikan karakter persperktif
Islam yang harus dimasukkan pada setiap mata pelajaran.
1.
Disiplin
2.
Manajemen pribadi
3.
Rajin belajar
4.
Bersilaturrahim, menyambung
komunikasi
5.
Berkomunikasi dengan baik
dan menebar salam
6.
Jujur, tidak curang,
menepati janji, serta amanah
7.
Berbuat adil, tolong
menolong, saling mengasihi, saling menyayangi
8.
Sabar dan optimis
9.
Kasih sayang dan hormat
kepada orangtua
10.
Pemaaf, dermawan
11.
Berbuat baik, berakhlak
mulia, dsb.[12]
Upaya untuk mensukseskan pendidikan karakter ini tidak bisa dilaksanakan
hanya dengan satu pihak saja, yaitu sekolah. Pendidikan karakter ini harus
secara sadar dan komprehensif dilakukan disemua lini, baik internal maupun
ekternal.
1.
Internal
Yang dimaksud
internal disini adalah pihak dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Keluarga
hendaknya tidak menjadikan anak seperti “melepas unggaskan anak kesekolah” artinya
tidak memperhatikan anak secara serius dalam pendidikannya. Keluarga seharusnya
mampu memberikan keteladanan yang baik sejak didalam rumah, hingga ia keluar
lingkungan.
Masyarakat harus
lebih memperhatikan pentingnya akhlak secara berkelompok, mengadakan
kegiatan-kegiatan yng mempu menumbuhkan sifat kebersamaan, serta tidak bersifat
individual.
2. Eksternal
Ranah ekternal ini
mencakup lebih luas mengenai usaha untuk menciptakan pendidikan berkarakter.
Komite sekolah merupakan perpanjangan tangan dari guru dan orangtua disekolah.
Seharusnya memberikan kontribusi yang jelas nyata dan tidak bisa diinterfensi
oleh pihak manapun, sehingga adanya feed back setelah adalanya
pembinaan.
Kemudian, guru
adalah sosok yang paling berperan penting untuk menciptakan perubahan, sebab
guru adalah yang berinteraksi langsung dengan murid. Oleh karena itu guru
haruslah mengetahui nilai-nilai apa yang terkandung dalam setiap pelajaran yang
diajarkannya.
Kepala sekolah juga
menjadi motor penggerak untuk melaksanakan pendidikan karakter ini, kepala
sekolah melakukan supervisi kepada setiap komponen pendidikan dalam lingkup
kepemimpinannya. Dan lain sebagainya yang juga memiliki andil dalam hal
pendidikan.
Untuk guru dalam melaksanakan pendidikan karakter ini, dengan
menggunakan model pembelajaran yang akan menjadi acuan dalam proses pendidikan.
Beikut ini ada tiga macam tawaran model pembalajaran, yaitu sebagai berikut[13]:
1.
Model TAZKIROH
Tazkiroh berasal dari bahasa Arab
yang memiliki makna ingat, peringatan. Model tazkiroh ini adalah turunan dari
pendidikan Islam yang memiliki makna:
a.
T: Tunjukkan teladan
b.
A: Arahkan (berikan
bimbingan)
c.
D: Dorongan (motivasi dan
penguatan)
d.
Z: Zakiyah
(murni/bersih, menanamkan niat yang tulus)
e.
K: Kontinuitas
f.
I: Ingatkan
g.
R: Repetisi
h.
O: Organisasikan
i.
H: Hati (sentuhlah hatinya)
2.
Model ISTIQOMAH
Untuk mengoptimalkan pembelajaran peserta
didik untuk mencapati tujuannya, maka dapat menggunakan model istiqomah ini.
Model istiqomah memiliki makna sebagai berikut:
a.
I: Imagination
(membangkitkan imajinasi)
b.
S: Student centre
(peserta didik pusat aktivitas)
c.
T: Teknologi
d.
I: Intervention (belajar
dari masa lalu)
e.
Q: Question and answers
f.
O: Organisasikan
g.
M: Motivasi
h.
A: Aplikasi pengamalan ilmu
i.
H: Hati (spiritual)
3.
Model IQRA,FIKIR, Dzikir
Model pembelajaran ini beradasarkan
dari teori long life education,
tuntutlah ilmu dari lahir hingga sampai liang lahat. Model ini memilki makna
sebagai berikut:
a.
I: Inquiry (penyelidikan/
menggali)
b.
Q: Question
(bertanya)
c.
R: Repeat
(mengulang)
d.
A: Action (pengamalan)
e.
F: Fun (
menyenangkan)
f.
I: Ijtihad (inovasi)
g.
K: Konsep (belajar merumuskan
konsep)
h.
I: Imajinasi
i.
R: Rapi (kebiasaan baik)
j.
Dzikir adalah terusan dari
FIKIR, yaitu doa, ziarah, iman, komitmen, ikrar, serta realitas.
Dari penjelasan ketiga model pendidikan karakter diatas, secara
keseluruhan memiliki tujuan serta proses yang hampir sama, tujuannya adalah
mewujudakan peserta didik yang berkarakter, proses yang dilakukan terdapat
perbedaan dalam pembagiannya.
Peluang yang bisa dicapai pendidikan karakter ini untuk menciptakan
generasi penerus yang bermoral, sangatlah tergantung dari keseriusan seluruh
komponen yang terlibat dalam hal ini. Pemerintah jangan tanggung-tanggu untuk
menerapkan konsep pendidikan karakter ini dengan menguji-cobakan sistem ini
hanya kepada sekolah tertentu saja. Karena hal ini hanya bertujuan untuk
melihat hasilnya saja, padahal untuk uji coba memrlukan waktu dan proses yang
lama, sementara sekolah yang tidak diterapkan pendidikan karkter terus
mengalami kerusakan moral.
Apabila konsep ini telah diterapkan secara nasional dengan sistem serta
proses yang benar, maka niscaya akan
tewujud pendidikan yang bermoral.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter dan pendidikan akhlak adalah satu kesatuan. Keduanya
sama-sama menginginkan terwujudnya sebuah perubahan dalam tingkah laku, dan
moral pada peserta didik.
Konsep pendidikan karakter dalam perspektif Islam adalah bagaimana
peserta didik, pendidik mampu menjadi taladan akhlak mulia, untuk diamalkan
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan terutama kepada Allah SWT.
Pendidikan karakter menjadi pewarna dalam setiap mata pelajaran atau hidden
curiculum agar lebih efektif dan efisien.
Upaya pelaksanaan pendidikan karakter ini harus dilakukan secara serius
dan komprehensif, melibatkan seluruh komponen yang bertanggung jawab terhadap
kemajuan generasi penerus bangsa. Sehingga besar kemungkinan bisa suksesnya
pendidikan karakter ini, dan menghasilkan generasi muda Indonesia yang
bermoral, dan berakhlak mulia.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah didapatkan dari penjelasan materi,
penulis merekomendasikan kepada seluruh insan yang peduli dengan pendidikan,
agar mengutamakan pentingnya membangun karakter yang baik bagi peserta didik,
demi kemajuan kehidupan generasi dimasa yang akan datang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Majid, Dian Andayanin. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Amril M. 2007. Akhlak Tashawuf. Pekanbaru: Program Pasca Sarjana
UIN Suska Riau dan LSFK2P.
Mansur Muslich. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Muchlas Samani. Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ramayulis, Syamsul Nizar. 2011. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan karakter. Jakarta: Kencana.
[1]
Ramayulis, Syamsul Nizar, 2011, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, hh.83-84.
[2] Mansur
Muslich, 2011, Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, h.70.
[3]Muchlas
Samani, Hariyanto, 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung:
Remaja Rosdakarya, hh.41-42.
[4]
Abdul Majid, Dian Andayanin, 2012, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya, hh. 9-10.
[5]
Amril M, 2007, Akhlak Tasawuf, Pekanbaru: Program Pasca Sarjana UIN
Suska RIAU dan LSFK2P, h. 6.
[6]
Muchlas Samani, Hariyanto, Op.Cit., hh.43-45.
[7]
Zubaedi, 2011, Desain Pendidikan karakter. Jakarta: Kencana, h.19.
[8]
Abdul Majid, Dian Andayani, Op.Cit., h.10.
[9]
Muchlas Samani, Hariyanto, Op.Cit., hh.21-24.
[10]
Abdul Majid, Dian Andayani, Op.Cit., hh.32-33.
[11]
Zubaedi, Op.Cit., h.18.
[12]
Muchlas Samani, Hariyanto, Op.Cit., hh.79-85.
[13]
Ibid., hh.116-147.
Analisalah berdasarkan Pandsngan Islam
ReplyDeleteterimakasih masukannya bpk Muhan Abdullah
ReplyDelete