PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan dengan
menggunakan bahasa Arab, yang sangat jelas dan terang. “Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya” (QS:
Yusuf : 2).
Untuk memahami al-Qur’an dengan baik, tentulah seseorang itu
harus menguasai bahasa Arab dengan baik pula. Tanpanya al-Qur’an tidak akan
mampu dikuasai.
Al-Qur’an yang terangkum di dalamnya tentang tauhid,
syari`at, akhlak, dan sebagainya memiliki berbagai macam cara dalam penyampaian
makna yang disebut dengan gaya bahasa al-Qur’an.
Gaya bahasa yang dimiliki al-Qur’an sangat bervariasi, mulai
dari amtsal, qasam, qasas, jadal, khabar, al-insya’, tasybih, isti`arah,
haqiqah, majaz, dan sebagainya. Pada beberapa kalimat pada al-Qur’an, ada yang
bermakna khusus, ada pula yang bermakna umum. Namun pada kesempatan ini,
penulis akan membahas dua pokok bahasan dari gaya bahasa al-Qur`an tersebut
yaitu, ‘Am dan Khas dalam al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini, penulis merumuskan beberapa hal yang
akan menjadi tujuan makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1.
Pengertian Haqiqah dalam
al-Qur’an;
2.
Klasifikasi Haqiqah dalam
al-Qur’an;
3.
Signifikansi Haqiqah dalam
al-Qur’an;
4.
Pengertian Majaz dalam
al-Qur’an;
5.
Klasifikasi Majaz dalam
al-Qur’an;
6.
Ragam Majaz dalam
al-Qur’an;
7.
Signifikansi Majaz dalam
al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Haqiqah dalam Al-Qur’an
Haqiqah dalam pengertian bahasa, berasal dari bahasa Arab
yang artinya nyata, kenyataan, atau asli. Haqiqah dari kata haqqa yang berarti tetap. Sebagai makna
subjek (fā’il) memiliki arti yang tetap, atau sebagai objek (maf’ūl) yang berarti
ditetapkan[1].
Haqiqah berarti adalah sebuah kata yang maknanya asli sebagaimana yang
ditetapkan di dalam al-Qur’an.
Haqiqah menurut istilah, adalah kata yang digunakan
sebagaimana pertama kali dipergunakan dalam konteks kebahasaan[2]. Menurut
Ibnu Subki menyatakan bahwa hakikat adalah lafaz yang digunakan untuk apa lafaz
itu ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah mendefinisikannya sebagai lafaz yang
digunakan untuk sasarannya semula. Sementara Al-Sarkhisi berpendapat bahwa
hakikat adalah setiap lafaz yang ditentukan menurut asalnya untuk hal tertentu[3].
Berdasarkan beberapa istilah diatas, haqiqah adalah sebuah
kata dalam ayat al-Qur’an yang digunakan seperti makna semulanya yang telah
ditentukan, dan memiliki tujuan tertentu.
B. Klasifikasi Haqiqah dalam al-Qur’an
Haqiqah diklasifikasikan ke dalam 2 bentuk, yaitu :
1.
Lughawiyyah
Wadh`iyyah
Lughawiyyah Wadh`iyyah atau biasa disebut dengan al-haqiqah
al-lughawiyyah ini adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan makna
hakiki berdasarkan konteks penggunaan asal kata tersebut. Contohnya kata ar-rajul
yang digunakan untuk mennyebut laki-laki dewasa.
2.
Lughawiyyah
Manqulah
Lughawiyyah Manqulah ini adalah kata yang digunakan untuk
menunjukkan makna hakiki setelah mengalami transformasi atau perubahan makna.
Perubahan ini dilakukan oleh ahli bahasa, atau syari’at. Pada bagian ini,
terbagi kedalam dua bentuk pula, yaitu :
a.
Haqiqah lughawiyyah
`urfiyyah
Yaitu kata yang mengalami transformasi makna, dari makna asal
penggunaannya kepada makna lain yang kemudian makna tersebut menjadi populer
sehingga makna asalnya ditinggalkan.
Contohnya, kata ad-dabbah yang artinya hewan melata,
konotasinya bisa manusia dan hewan. Namun kemudian digunakan oleh orang Arab
dengan konotasi hewan berkaki empat saja sehingga makna awalnya ditinggalkan.
b.
Haqiqah lughawiyyah
syar`iyyah
Yaitu kata yang mengalami trasformasi makna, dari makna asal
kepada makna yang lain yang digunakan oleh pembuat syri`at. Makna yang lain ini
berdasarkan dalil syari’at, contohnya shalat, shiyam, al-kufr, dan
sebagainya[4].
Dari beberapa klasifikasi haqiqah tersebut, dapat disimpulkan bahwa haqiqah lughowiyyah
wadh`iyyah adalah kata yang digunakan sesuai makna hakikinya, sedangkan haqiqah
lughowiyyah manqulah adalah makna yang menunjukkan makna asal setelah mengalami
transformasi makna, baik secara bahasa, maupun secara syari`at.
C. Signifikansi Haqiqah dalam al-Qur’an
Setelah memahami haqiqah dari berbagai macam pengertian, dan
melihat dari klasifikasinya, haqiqah memiliki signifikansi sebagai berikut :
1.
Dengan mempelajari haqiqah,
dapat memahami suatu makna kata yang terdapat didalam al-Qur’an dengan baik;
2.
Kemudian dapat membedakan,
antara kata yang harus diartikan sebagaimana bentuk asalnya, dan mana pula kata
yang harus dimaknai setelah mengalami transformasi;
3.
Dapat memahami bahwa kata
asal yang mengalami transformasi dengan kata lain, memiliki kaitan yang erat
dan memiliki maksud tertentu.
D. Pengertian Majaz dalam al-Qur’an
Majaz dalam pengertian bahasa berasal dari bahasa arab jaza-yajuzu-jauzan dan
jawazan artinya melewati, melebihi atau membolehkan[5].
Selanjunya majaz berarti metafora, metafora dalam kamus basar bahasa
Indonesia artinya adalah suatu ungkapan secara langsung berupa perbandingan
yang logis atau masuk akal. Dalam pengertian ini, majaz adalah suatu ungkapan
yang melebihi atau melewati kata asal denga perbandingan yang masuk akal untuk
menyampaikan makna.
Menurut istilah, majaz memiliki beberapa pengertian, yaitu :
Majaz adalah
kata atau ungkapan yang digunakan tidak sesuai dengan asal penggunaannya yang
pertama karena adanya indikasi yang menghalangi dinnyatakan makna yang hakiki[6].
Menurut beberapa ahli, majaz adalah lafaz
yang digunakan bukan pada maknanya karena sebuah hubungan dan indikator(qorinah).
Majaz adalah ungkapan yang digunakan untuk maksud yang kedua karena sebuah
hubungan[7].
Dari beberapa pengertian istilah
diatas, disimpulkan bahwa majaz adalah sebuah kalimat di dalam al-Qur’an yang
pada ungkapannya tidak sesuai dengan makna asalnya, namun terdapat hubungan
dengan maksud kedua dari ungkapan itu.
E. Klasifikasi Majaz dalam al-Qur’an
Majaz dapat diklasifikasikan dari aspek hubungan antara makna
yang digunakan dengan makna yang diletakkan pertama kali, majaz bisa dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :
1)
Majaz Isti`arah;
2)
Majaz Mursal[8].
1.
Majaz Isti`arah
Isti`arah secara bahasa artinya adalah meminjam. Majaz dalam
konteks ini disusun dengan meminjam kata asal untuk digunakan dengan makna baru
karena ada persamaan antara keduanya. Majaz isti`arah diklasifikasikan sebagai
berikut :
a)
Isti`arah Tashrihiyyah
Yaitu kata yang dipinjam digunakan untuk menjelaskan
persamaan musyabbah bih dengan musyabbah. Dalam isti`arah ini biasanya
musyabbah bih nya disebutkan. Contoh dalam al-Qur’an, QS:Ibrahim : 1,
!9# 4
ë=»tGÅ2 çm»oYø9tRr& y7øs9Î) ylÌ÷çGÏ9 }¨$¨Z9$# z`ÏB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ÈbøÎ*Î/ óOÎgÎn/u 4n<Î) ÅÞºuÅÀ ÍÍyèø9$# ÏÏJptø:$# ÇÊÈ
“Alif, laam raa.
(ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia
dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin
Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
b)
Isti`arah Makaniyyah
Isti`arah makaniyyah ini musyabbah bihnya dibuang, lalu
digantikan dengan kata yang mencerminkan sifatnya yang dominan. Contoh
QS:al-Israa`: 24,
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ
“Dan
rendahkanlah sayap kerendahan terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
c)
Isti`arah Takhyliyyah
Isti`arah ini menetapkan keberadaan musyabbah bih bagi
musyabbah sehingga pihak yang diseru akan membayangkan, bahwa musyabbah
tersebut sejenis dengan musyabbah bih. Contoh QS: al-Mulk: 8,
ß%s3s? ã¨yJs? z`ÏB Åáøtóø9$# (
!$yJ¯=ä. uÅ+ø9é& $pkÏù Ólöqsù öNçlm;r'y !$pkçJtRtyz óOs9r& ö/ä3Ï?ù't ÖÉtR ÇÑÈ
“Hampir-hampir (neraka) itu
terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan
(orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka:
"Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?".
d) Isti`arah Tamtsiliyyah
Isti`arah ini berupa susunan kata yang tidak digunakan pada
tempatnya. Hal ini disebabkan karena
adanya hubungan persamaan, yaitu dengan dihilangkannya persamaan itu dari
beberapa hal. Contoh QS: al-Mulk: 22,
`yJsùr& ÓÅ´ôJt $7Å3ãB 4n?tã ÿ¾ÏmÎgô_ur #y÷dr& `¨Br& ÓÅ´ôJt $Èqy 4n?tã :ÞºuÅÀ 8LìÉ)tGó¡B ÇËËÈ
“ Maka Apakah
orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan
petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?”.
2.
Majaz Mursal
Majaz mursal ini, jika hubungan antara makna yang digunakan
dengan makna yang diletakkan pertama kali tidak mempunyai persamaan. Ada
beberapa klasifikasi dari mursal, yaitu :
a)
Juz`iyyah
Disebut juz`iyyah karena sesuatu disebut dengan menyebut
bagiannya. Contoh QS:al-Muzzammil: 2,
ÉOè% @ø©9$# wÎ) WxÎ=s% ÇËÈ
“Bangunlah (untuk sembahyang) di malam
hari, kecuali sedikit (daripadanya)”.
b)
Kulliyyah
Disebut
demikian karena yang dinyatakan adalah keseluruhannya, sedangkan yang dimaksud
hanya sebagian saja. Contoh QS: al-Baqarah: 19,
÷rr& 5=Íh|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#s#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4
ª!$#ur 8ÝÏtèC tûïÌÏÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ
“Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar
suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir”.
c)
Sababiyyah
Mursal syababiyyah ini menyebutkan sesuatu sesuai dengan
sebutan sebabnya. Contoh QS: al-Baqarah: 194,
4 Ç`yJsù 3ytGôã$# öNä3øn=tæ (#rßtFôã$$sù Ïmøn=tã È@÷VÏJÎ/ $tB 3ytGôã$# öNä3øn=tæ 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÒÍÈ
“Oleh
sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa”.
d)
Musabbabiyyah
Disebut musybbabiyyah karena yang menjadi dasar penyebutan adalah
akibatnya[9].
Contoh QS: al-Baqarah : 61,
äí÷$$sù $oYs9 /u ólÌøä $uZs9 $®ÿÊE àMÎ6.^è? ÞÚöF{$# .`ÏB $ygÎ=ø)t/ $ygͬ!$¨VÏ%ur $ygÏBqèùur $pkÅytãur $ygÎ=|Át/ur (
“Oleh sebab itu
mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi Kami dari apa
yang ditumbuhkan bumi, Yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya,
kacang adasnya, dan bawang merahnya".
F.
Ragam Majaz dalam
al-Qur’an
Majaz memiliki berbagai macam ragam, yakni sebagai berikut :
1.
Majaz
Al-Mufrad
Majaz al-murad adalah majaz yang menggunakan lafadz bukan pada permulaan
asal peletakannya. Macam ini disebut juga majaz al-lughawi, dan ia
terbagi ke dalam beberapa macam:
a. Al-hadzfu atau an-naqsu, yaitu majaz yang
menitikberatkan pada adanya lafadz yang tersembunyi. Contohnya dalam surat
Yusuf: 82,
وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا
فِيهَا
Artinya: "Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada
disitu".
Di dalam ayat ini tersimpan lafadz yang tersembunyi sebelum lafadz القرية (negri), yaitu lafadz أهل (penduduk).
b. Az-Ziyaadah,yaitu majaz
yang menitikberatkan pada adanya lafadz atau huruf tambahan. Contohnya dalam
surat Asy-Syuuraa: 11,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Artinya: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia".
Sebagian ulama mengatakan bahwa hurup ك di depan
lafadz مثله secara makna muradnya merupakan tambahan.
2. Majaz at-Takrib
Majaz at-tarkib adalah majaz yang menyandarkan suatu perbuatan atau
kesangsian kepada sesuatu yang tidak memiliki originalitas, dikarenakan adanya
hubungan keterkaitan antara keduanya. Majaz ini di sebut juga majaz al-aql dan
majaz al-isnaad. Contohnya dalam surat Al-Anfaal: 2,
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً
Artinya: "Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman
mereka (karenanya)".
Di dalam ayat ini terdapat suatu perbuatan Allah, yaitu الزيادة (penambahan), yang di sandarkan
kepada الآيات (ayat-ayat), hal ini karena dengan dibacakannya ayat-ayat
tersebut menjadi sebab bertambahnya keimanan mereka.
Majaz ini terbagi ke dalam empat macam, yaitu :
a.
Penyandaran yang kedua sisnya adalah
haqiqat (makna asli). Contohnya dalam surat Az-Zalzalah: 2,
وَأَخْرَجَتِ الأَرْضُ أَثْقَالَهَا
Artinya: "Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang
dikandung) nya".
Penggunaan lafadz أخرج (telah mengeluarkan) dan الأرض (bumi) di dalam ayat ini adalah secara haqiqat.
b.
Penyandaran yang kedua sisnya adalah
majaz. Contohnya dalam surat Al-Baqarah: 16,
فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ
Artinya: "Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka".
Penggunaan lafadz ربح (beruntung) dan تجارة (perniagaan) di dalam ayat ini adalah secara majaz.
c.
Penyandaran yang sisi pertamanya haqiqat
dan sisi lainya majaz. Contohnya dalam surat Ar-Ruum: 35,
أَمْ أَنْزَلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَاناً
Artinya: "Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka
keterangan".
Penggunaan lafadz أنزل (telah menurunkan) di dalam ayat ini adalah secara haqiqat,
sedangkan penggunaan lafadz سلطان (kekuasaan) adalah secara majaz sehingga ia di maknai برهان (dalil/keterangan).
d.
Penyandaran yang sisi pertamany
majaz dan sisi lainya haqiqat. Contohnya dalam surat Al-Ma'aarij[10]:
15-17,
كَلَّا
إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِلشَّوَى. تَدْعُو مَنْ أَدْبَرَ
وَتَوَلَّى
Artinya: "Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah
api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang
membelakang dan yang berpaling (dari agama)".
Penggunaan lafadz تدعو (memanggil) di dalam ayat ini adalah secara majaz karena di
sandarkan kepada lafadz النار (api neraka).
G. Signifikansi Majaz dalam al-Qur’an
1.
Al-iijaz yakni memperingkas
suatu kalimat atau ungkapan, seperti kalimat: بنى الأمير
المدينةَ (seorang
amir telah membangun suatu kota) lebih ringas daripada dengan menyebutkan البنائينَ
والمهندسينَ
(perumahan-perumhan dan para insinyur) dan sebagainya.
2.
Memperluas lafadz, dimana seandainya
suatu lafadz tidak dimajazkan maka setiap makna hanya memiliki satu komposisi.
3.
Menampilkan suatu makna dalam suatu
gambaran yang dalam dan dekat kepada akal fikiran.
PENUTUP
Kesimpulan
Haqiqah adalah sebuah kata dalam ayat al-Qur’an yang
digunakan seperti makna semulanya yang telah ditentukan, dan memiliki tujuan
tertentu. Haqiqah lughowiyyah wadh`iyyah adalah kata yang digunakan sesuai
makna hakikinya, sedangkan haqiqah lughowiyyah manqulah adalah makna yang
menunjukkan makna asal setelah mengalami transformasi makna, baik secara
bahasa, maupun secara syari`at.
Majaz adalah sebuah kalimat di
dalam al-Qur’an yang pada ungkapannya tidak sesuai dengan makna asalnya, namun
terdapat hubungan dengan maksud kedua dari ungkapan itu. Majaz diklasifikasikan
kedalam dua bentuk, yaitu majaz isti`arah dan majaz mursal. Ragam majaz yaitu,
majaz al-mufrad dan majaz at-takrib.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Amir
Syarifudin. 2008. Ushul Fiqih. Jilit 2. Cet. V. Jakatra: Kencana.
Hafidz
Abdurrahman. 2004. Ulumul Qur’an. Bogor.
Miftahul
Arufin dan A. Faisal Haq. 1997. Ushul Fiqih : Kaidah-kaidah Pentapan Hukum
Islam. Cet. I. Surabaya: Citra Media.
http://bisritujang.wordpress.com/2012/10/31/288/ , diunduh pada tanggal 27/04/2013.
http://curatcoretnabil.blogspot.com/2012/03/majaz-dan-kinayah-dalam-al-quran.html, diunduh tanggal 27/04/13.
[1]
Amir Syarifudin,
2008, Ushul Fiqih, Jilit 2, Cet. V, Jakatra: Kencana, h. 345.
[2]
Hafidz Abdurrahman, 2004, Ulumul Qur’an, Bogor, h.125.
[3] Miftahul
Arufin dan A. Faisal Haq. Ushul Fiqih : Kaidah-kaidah Pentapan Hukum Islam, Cet.
I, Surabaya: Citra Media, 1997, h. 175
[10] http://curatcoretnabil.blogspot.com/2012/03/majaz-dan-kinayah-dalam-al-quran.html, diunduh tanggal 27/04/13.
Comments
Post a Comment