PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk
ciptaan Allah SWT yang paling sempuna, sesuai yang dikatakan di dalam
firman-Nya dalam surat At-Tiin ayat 4, “Sesungguhnya telah kami ciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Manusia di karuniai kemampuan
inteligensi yang tinggi, memiliki qalbu, serta nafsu syahwat.
Untuk itu manusia
seharusnya banyak-banyak bersykur atas nikmat yang telah diberikan, seperti
nikmat kesehatan. Dengan tubuh yang sehat manusia mampu melaksanakan kegiatannya
sehari-hari baik itu untuk pendidikan, pekerjaan, dan terutama dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT.
Namun sepandai-pandainya
manusia menjaga kesehatan, secanggih-canggih apapun obat untuk mengantisipasi
datangnya penyakit, tidak seorangpun manusia dapat menolaknya. Sebab penyakit
itu datangnya atas izin Allah, dan atas izin Allah pulalah seseorang itu
sembuh. Meskipun penyakit itu datang atas izin Allah, tetapi tanpa kita sadari
bahwa ternyata manusia itu sendirilah yang menyebabkan penyakit itu
menggerogotinya, sebagai contoh penyakit paru-paru, kolesterol tinggi, gula
darah tinggi, kanker yang paling sering dialami pada masa kini.
Penyakit itu mucul bisa
saja akibat dari pola makanan yang jauh dari kata sehat, seperti makan makanan
instan. Kemudian juga berasal dari kebiasa-kebiasan buruk yang bersifat
kumulatif, seperti merokok yang pada akhirnya menjadi penyakit yang sangat
parah sehingga dapat menyebabkan kematian.
Banyaknya penderita
penyakit kritis yang terjadi saat ini, bisa dibuktikan dengan semakin banyaknya
jumlah Rumah Sakit yang ada, dan tiap-tiap RS itu selalu memiliki pasien yang
sakit kritis, atau boleh dikatakan tidak
pernah kosong. Penyakit kritis seperti kanker yang sudah berada pada stadium 4,
atau pasien yang telah lama mengalami koma akibat benturan keras dikepala,
membutuhkan waktu yang sangatn lama untuk melakukan perawatan serta
pengobatannya.
Bagi pihak penderita yang
memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi tentu saja bisa bernafas lega, dan
bahkan sanggup mengatakan “Berapapun biayanya akan ditanggung, asalkan ia sehat
kembali seperti biasa” meskipun sebenarnya tidak ada lagi harapan untuk hidup.
Tetapi hal sebaliknya terjadi kepada pihak penderita yang tidak memiliki
kemampuan untuk menanggung seluruh biaya pengobatan dan perawatan. Sehingga
dari pihak medis tidak sepenuh hati dalam menjalankan tugasnya, bahkan lebih
ekstrim lagi, menghentikan pengobatan kepada pasien dan mengakibatkan kematian.
Kasus yang telah
dipaparkan di atas, merupakan salah satu contoh yang termasuk pada perbuatan
Euthanasia. Agar kita bisa lebih memahami tentang euthanasia, penulis akan
mencoba menguraikan beberapa hal sehingga kita mampu memahami, serta mengatahui
status perbuatan tersebut, apakah dibolehkan dalam Islam, ataupun dilarang.
Dalam kesempatan kali
ini, penulis akan menjelaskan tentang euthanasia sebagai berikut:
1.
Pengertian euthanasia
2.
Sejarah euthanasia
3.
Ragam euthanasia
4.
Hukum euthanasia
PEMBAHASAN
A. Euthanasia
1.
Pengertian Euthanasia
Euthanasia secara etimologi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “eu” berarti baik, bagus, dan “thanotos” artinya mati. Euthanasia adalah
mati yang baik tanpa melalui proses kematian dengan rasa sakit atau penderitaan
yang berlarut-larut[i].
Pengertian lain dari Euthanasia adalah mati yang gampang[ii].
Euthanasia dalam istilah Arab dikenal dengan Qatl ar-Rahmah (membiarkan
perjalanan kematian menuju kematian karena belas kasihan) atau Taisir
al-Maut (memudahkan proses kematian), ialah tindakan memudahkan kematian
seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan
tujuan meringankan perderitaan orang yang sakit, baik dengan cara yang positif
maupun negatif[iii].
Secara terminologi kedokteran, euthanasia adalah tindakan memudahkan
kematian atau mengakhiri hidup seseorang denga sengaja tanpa rasa sakit, karena
kasihan untuk meringankan penderitaan si sakit. Tindakan ini dilakukan kepada
penderita penyakit yang tidak memiliki harapan untuk sembuh[iv].
Menurut Dr. M. Ali Akbar, Euthanasia memiliki pengertian:
1.
Kematian yang mudah dan
tanpa sakit
2.
Usaha untuk meringankan
penderitaan orang yang sekarat dan bila perlu untuk mempercepat kematiannya
3.
Keinginan untuk mati dalam
arti yang baik[v].
Dengan demikian makna euthanasia adalah suatu cara menghilangkan nyawa
yang dilakukan oleh petugas medis kepada seseorang yang mengidap penyakit
mematikan atau telah didiagnosis bahwa penyakit tersebut tidak dapat
disebuhkan, untuk menghilangkan penderitaannya.
Seseorang yang telah mengidap penyakit dalam rentang waktu yang lama,
sehingga mandatangkan kesulitan, baik kepada penderita yang merasakan sakit
berlarut-larut, maupun kepada pihak keluarga yang harus menanggung beban biaya
pengobatan yang terus bertambah. Adapun seorang yang mengidap penyakit HIV/AIDS
yang boleh dikatakan tidak ada obat untuk menyembuhkannya[vi], dan hanya tinggal menuju
ajal atau bahkan seorang Ibu yang mengandung bayi, tidak ada cara lain untuk
menyelamatkan si Ibu kecuali dengan mematikan bayinya. Atas dasar inilah yang
mungkin muncul sebuah gagasan dalam kedokteran untuk mempercepat kamatian itu.
2.
Sejarah Euthanasia
Euthanasia
telah dikenal sejak zaman yunani kuno, pada zaman itu euthanasia ditekankan
pada kehendak manusia untuk melepaskan diri dari penderitaan terutama yang
mengalami penyakit parah. Selain itu ada kondisi yang memungkinkan untuk
terjadinya euthanasia yaitu tradisi kurban, alasannya yaitu motivasi pribadi
untuk berkurban dan pribadi yang mau memberikan dirinya untuk sesamanya.
Kemudian
euthanasia oleh Pytagoras yang berpendapat bahwa hidup manusia mempunyai nilai
keabadian, dan euthanasia merupakan tindakan yang tidak menanggapi arti hidup
manusia. Sedangkan Aristoteles bersimpati terhadap Euthanasia dengan alasan
bahwa hidup manusia itu bernilai luhur.
Pada
tuhun 1920 melalui buku yang berjudul The Permision to Destroy Life unworthy of life.
Ditulis oleh seorang psikiatri dari Freiburg bernama Alfredn Hoche
dan seorang profesor hukum dari Universitas Leipsig yang bernama Karl Binding.
Mereka berpendapat bahwa tindakan membantu seseoarang yang mengalami kematian adalah
masalah etika tingkat tinggi yang membutuhkan pertimbangan yang tepat, yang
merupakan solusi belas kasihan atas masalah penderitaan.
Di
Inggris pada tahun 1935 seorang Dokter membentuk The Voluntary Euthanasia Legislation Society,
untuk melegalisasi euthanasia bersama dengan dokter-dokter terkenal lainnya.
Namun rancangan ini kemudian di tolak oleh Dewan Lord setelah melalui
perdebatan di House Of Lord pada tahun 1936.
Jerman
pada saat kekuasaan Adolf Hitler yang melegalkan euthanasia memeritahkan untuk
melalukan tindakan Mercy killing secara luas yang dikenal dengan “Action
T4” untuk menghapus kehidupan orang yang dianggap tak berarti dalam
kehidupan (Life
Under Worty of Life).
Di
Australia tahun 1995, Australia Northem Territority menyetujui RUU Euthanasia
dan berlaku pada tahun 1996 dan dijatuhkan oleh parlemen Australia pada tahun
1997. sedangkan di Oregon negara bagian AS mengelurkan death
with dignity Law satu undang-undang yang memperbolehkan dokter
menolong pasien yang dalam kondisi terminally ill untuk melakukan
bunuh diri, sampai pada tahun 1998 sudah ada 100 orang mendapatkan Assisten
Suicide. Hal ini terus diperdebatkan di Amerika dan pada tahun 1998
Oregon melegalisis Asisten Suicide dan itu satu-satunya di negara bagian
Amerika yang melegalkan euthanasia.
Di Belanda
pada tahun 2000 melegalkan euthanasia Aktif Voluntir ini mendapat
berbagai sorotan dari organisasi anti euthanasia dan juga dari organisasi pro euthanasia.
Seperti Rita Marker dari ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1 “Internasional
Againts Euthanasia task force“ apakah sekarang sebuah kejahatan akan diganti
dengan perawatan” sedangkan Tamara Langley dari The UK voluntary euthanasia
Society menganggapi sebagai suatu perkebangan, orang-orang mengambil keputusan
yang mereka buat sendiri. Ebger dari Cristian union mengatahkan “bahwa undang
undang ini adalah kesalahan sejarah”.
Tahun
2002 juga Belgia melegalisir Euthanasia seperti di Belanda. Di Belgia
menetapkan kondisi pasien yang ingin mengakhiri hidupnya harus dalam keadaan
sadar. Saat penyataan itu dibuat dan menanggulangi permintaan mereka untuk
Euthanasia. Sedangkan di Swiss Euthanasia masih ilegal tetapi terdapat tiga
organisasi yang mengurus permohonan tersebut dan menyediakan konseling dan
obat-obatan yang dapat mempercepat kematian.
Di asia
Jepang melegalkan euthanasia Voluntir yang disahkan melalui keputusan
pengadilan tinggi pada kasus Yamaguchi di tahun 1962. Namun setelah itu karena
faktor budaya yang kuat euthanasia tidak pernah terjadi lagi dijepang setelah
itu.
Dari beberapa
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia ini telah terjadi sejak
zaman yunani kuno yang kental dengan sektenya, kemudian secara bertahap
dibeberapa negara juga melegalkan pelaksanaan euthanasia ini dengan alasan
belas kasihan terhadap penyakit yang parah, serta terjamasuk euthanasia yang
ekstrim dilakukan oleh nazi yang bertujuan melenyapkan orang-orang tidak
berguna[vii].
B. Ragam Euthanasia
Euthanasia ini terbagi kedalam 2 (dua) macam, yaitu euthanasia positif
(aktif) dan euthanasia negatif (pasif) dengan penjelasan sebagaik berikut.
1.
Euthanasia Positif (aktif)
Euthanasia positif ini adalah
tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan instrumen (alat)
seperti suntikan ke dalam tubuh pasien. Suntikan ini diberikan apabila
penyakitnya sudah sangat parah atau stadium akhir, yang menurut
perhitungan/perkiraan medis tidak ada harapan untuk sembuh atau bertahan lama.
Inti dari euthanasia positif ini
adalah pemberian instrumen (alat) oleh dokter kepada pasien sebagai tindakan
akhir.
Berikut ini beberapa contoh kasus
euthanasia positif:
a.
Seseorang yang menderita
kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering
mengalami pinsan. Dalam hal ini dokter
yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya
obat dengan takaran yang tinggi (overdosis) yang sekitanya dapat menghilangkan
rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernafasannya sekaligus.
b.
Orang yang mengalami
keadaan koma yang sangat lama, misalnya karena bagian otaknya terserang
penyakit atau mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia
mungkin hanya dapat hidup dengan bantuan alat pernafasan, sedangkan dokter
berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernafasan
itulah yang memompakan udara kedalam paru-parunya dan menjadikannya dapat
bernafas secara otomatis. Jika alat pernafasan tersebut dihentikan, si
penderitan tidak mungkin dapat melanjutkan pernafasannya. Maka satu-satunya
cara yang mungkin dapat dilakukan adalan membiarkan pasien itu hidup dengan
menggunakan alat pernafasan bantuan. Namun ada yang menganggap bahwa orang
sakit seperti ini sebagai “Orang mati” yang tidak mampu melakukan aktifitas.
Maka memberhentikan alat pernafasan itu sebagai cara posotif untuk memudahkan
proses kematiannya.
2.
Euthanasia Negatif (pasif)
Yang dimaksud dengan euthanasia
ngetif (pasif) adalah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang
menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mampu lagi untuk sembuh.
Pemberhentian pengobatan ini mangakibatkan cepatnya kematian. Namun biasanya
tindakan ini dilakukan karena pihak keluarga pasien tidak mampu menanggung biaya
pengobatan yang sangat tinggi. Hal itulah yang menjadikan euthanasia ini
menjadi bersifat negatif.
Inti dari euthanasia negaatif ini
adalah penghentian pengobatan kepada pasien. Perbedaan dengan yang positif
adalah tindakan yang dilakukan. Euthanasia positif, mengganti obat biasa
menjadi obat mati, karena obat biasa itu hanya memperburuk keadaan.
Beberapa contoh tentang euthanasia negatif
sebagai berikut:
a.
Penderita kanker yang sudah
kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada
bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit syaraf yang tidak ada harapan
sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru dan masih ada
kemungkinan untuk hidup dan bertahan, namun pengobatannya dihentikan, sehingga
mempercepat kematiannya.
b.
Seorang anak yang
kondisinya sangat buruk karena menderita penyakit tashallub al-Asyram
(kelumpuhan tulang belakang) atau syalal al-Mukhkhi (kelumpuhan otak). Dalam
keadaan demikian ia dapat saja kanndibiarkan tanpa diberi pengobatan. Apabila
terserang penyakit paru-paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin akan
dapat membawa kematian anak tersebut.
At-tashallub
al-musyrab atau al-syaukah al-masyquqah ialah kelainan pada tulang belakang
yang bisa menyebabkan kelumpuhan pada kedua kaki dan kehilangan kemampuan/
kontrol pada saluran kandung kemih dan usus besar. Anak yang menderita penyakit
ini senantiasa dalam kondisi lumpuh dan membutuhkan bantuan khusus selama
hidupnya.
Sedangkan
al-syalal al-mukhkhi (kelumpuhan otak) ialah suatu keadaan yang menimpa saraf
otak sejak anak dilahirkan yang menyebabkan keterbelakangan pikirab dan
kelumpuhan badannyadengan tingkatan yang berbeda-beda. Anak yang menderita
penyakit ini akan lumpuh badan dan pikirannya serta selalu memerlukan bantuan
khusus selama hidupnya[viii].
c.
DR. Kartono Muhammad
mengetakan bahwa pada praktek secara sadar atau tidak, euthanasia pasif bisa
saja terjadi di Indonesia yang tidak sadar terpaksa melakukannya karena
kurangnya fasilitas yang ada dirumah sakit. Sedangkan yang sadar, membiarkan
pasien yang sudah tidak tertolong lagi itu dibawa pulang sebelum waktunya.
Dari sumber yang berbeda, ada 2 ragam yang dikelompokkan juga sebagai
macam-macam dari euthnasia, yaitu euthanasia volunter, ialah penghentian
tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan pasien.
Kemudian
euthanasia volunter, ialah euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam kedaan
tidak sadar di mana tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal
ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan
pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan pembunuhan kriminal[ix].
C. Hukum Euthanasia
Sebagai umat Islam dan
sebagai warga negara Indonesia, tindakan yang dilakukan agar mempercepat proses
kematian (euthanasia) ini, tentu saja menuai banyak kontroversi, tentang
bagaimanakah hukum melaksanakannya bagi pribadi, atau orang yang bertindak
sebagai pengeksekusinya. Berikut ini adalah penjelasan bagaimana hukum
euthanasia menurut pandangan Islam dan menurut hukum negara Indonesia.
1. Euthanasia menurut hukum
Islam
Islam sangan
mengatakan bahwa pretikat manusia didunia adalah sebagai khalifah, artinya
manusia memiliki status yang mulia di dunia. Dalam hal ini syariat Islam
berarti menjunjung tinggi hak hidup bagi manusia. Allah secara tegas dan
berulang-ulang mengatakan didalam firman-Nya bahwa setiap perbuatan menghilangkan
hidup, baik dilakukan oleh orang lain maupun diri sendiri adalah dilarang, dan
bahkan diberikan sanksi. Berikut ini ayat-ayat yang menyatakan tentang
dilarangnya pembunuhan.
a.
Surat An-Nisaa: 92
$tBur c%x. ?`ÏB÷sßJÏ9 br& @çFø)t $·ZÏB÷sãB wÎ) $\«sÜyz 4
`tBur @tFs% $·YÏB÷sãB $\«sÜyz ãÌóstGsù 7pt7s%u 7poYÏB÷sB ×ptÏur îpyJ¯=|¡B #n<Î) ÿ¾Ï&Î#÷dr& HwÎ) br& (#qè%£¢Át 4
. . . . .
“Dan
tidak boleh bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
kesalahan (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) menyedekahkannya.”
b.
Surat An-Nisaa: 93
`tBur ö@çFø)t $YYÏB÷sãB #YÏdJyètGB ¼çnät!#tyfsù ÞO¨Yygy_ #V$Î#»yz $pkÏù |=ÅÒxîur ª!$# Ïmøn=tã ¼çmuZyès9ur £tãr&ur ¼çms9 $¹/#xtã $VJÏàtã ÇÒÌÈ
“Dan Barangsiapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia
di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab
yang besar baginya.”
c. Surat Al-Israa’: 31
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) (
ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$Î)ur 4
¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%2 $\«ôÜÅz #ZÎ6x. ÇÌÊÈ
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.”
d. Surat Al-Israa’: 33
wur (#qè=çFø)s? }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 3
. . . .
“Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar[853].”
e. Surat Al-An`am: 151
.
. . . wur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) (
. . . .
“Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang memberi mereka rezeki
kepadamu dan anak-anakmu.”
f. Surat An-Nisaa: 29
wur. . . (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu .
“Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Kemudian dilengkapi
dengan hadits-hadits Rasulullah SAW, yang arti dari redaksinya sebagai berikut.
a.
Dari Ibnu Mas’ud ra, ia
berkata “ telah bersabda Rasulullah SAW : “tidak halal darah seseorang yang
menyaksikaan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa saya adalah Rasulullah,
kecuali dengan salah satu dari tiga perkara yaitu janda atau duda yang berzina,
orang yang melakukan pembunuhan, dan orang yang meninggalkan agamanya dan
memisahkan diri dari jama`ah””. (HR.Bukhari dan Muslim).
b.
Dari Aisyah ra. Dari
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal membunuh seorang muslim, kecuali
karena salah satu dari tiga perkara: pezina yang muhshon (telah berkeluarga)
maka ia harus dirajam, seseorang yang membunuh seorang muslim dengan sengaja
maka ia harus dibunuh, dan orang yang keluar dari Islam kemudian ia memerangi
agama Allah dan Rasulullah maka ia harus dibunuh atau disalib, atau diasingkan
dari tempatnya.” (HR.Abu Daud dan Nasa’i).
c.
“Orang yang mencekik
dirinya sendiri, ia akan mencekik dirinya di neraka. Orang yang menusuk
perutnya sendiri, ia akan menusuk dirinya sendiri di neraka dan orang yang
melemparkan dirinya sendiri, ia akan melemparkan dirinya sendiri dineraka.”
(HR. Bukhari dan Abu Hurairah).
d.
“Barang siapa yang
menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung hingga dia membunuh dirinya sendiri,
maka tempatnya dineraka jahannam. Ia masuk kedalamnya kekal untuk
selama-lamanya. Dan barang siapa yang meminum racun sehingga ia membunuh
dirinya sendiri, maka racun itu dipegang di tangannya ia meminumnya di neraka
jahannam, ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh
dirinya dengan benda tajam, maka benda tajam itu dipegangkan di tangannyadan
dipukulkannya pada dirinya di neraka jahannamdan ia kekal didalamnya
selama-lamanya”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)[x].
e.
Tidaklah menimpa kepada
seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan
maupun penyakit, bahkan duri yang menusukknya, kecuali Allah menghapuskan
kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu”.(HR. Bukhari
dan Muslim).
f.
“betapapun beratnya
penyakit itu, tetap ada obat penyembuhnya”. (HR. Ahmad dan Muslim)[xi].
Dari beberapa ayat dan
hadits yang telah disampaikan di atas memberikan pengertian bahwa perbuatan
euthanasia, khususnya euthanasia aktif yang mana dokter secara aktif ikut
membantu mempercepat proses kematian seseorang meskipun atas permintaan pasien
atau keluarga, adalah perbuatan yang dilarang oleh Islam.
Euthanasia aktif
tergolong dalam kategori pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan
dinyatakan haram. Pembunuhan yang boleh dilakukan kepada seseorang hanyalah
yang disebutkan didalah hadits yaitu, janda atau duda atau berkeluarga yang
berzina, orang yang membunuh dengan sengaja, murtad dan mengganggu keamanan.
Kemudian euthanasia
pasif, juga merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan, meskipun petugas
medis tidak terlibat langsung dalam perbuatan tersebut. Menurut Islam, sakit
merupakan bagian dari cara Allah untuk mengurangi dosa orang tersebut, atau
tandanya Allah menyayangi hamba-Nya. Meskipun demikian tidak semata-mata si
penderita penyakit membiarkan saja, dan tidak ada usaha untuk melakukan
pengobatan.
Jika penyakit itu telah
difonis dokter memang tidak bisa disembuhkan lagi, Islam tetap menganjurkan manusia
untuk melakukan usaha terakhir, yaitu doa yang diajarkan Rasulullah SAW yang
artinya: “Ya Allah hipukanlah aku selagi kehidupan itu baik untukku, dan
matikanlah aku apabila kematian itu lebih baik untukku”. Lalu kemudian
bertawakal dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Satu-satunya euthanasia
yang diperbolehkan dalam Islam adalah, yang tergolong dalam euthanasia aktif
yaitu pada kasus penyelamatan ibu yang melahirkan. Prosesnya adalah, ketika
seorang ibu yang hendak melahirkan, kemudian ada terdapat kejanggalan dalam
proses kehamilan dan proses kelahirannya yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa
si ibu apabila anak tersebut dipaksa melahirkannya. Dalam hal ini dinyatakan
darurat, sesuai dengan kaidah, “keadaan darurat dapat membolehkan perbuatan
yang dilarang” dan “menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari
dua hal yang berbahaya itu adalah wajib”.
Dibolehkan untuk
melakukan euthanasia aktif dengan mengorbankan si janin demi menyelamatkan si
Ibu. Karena seorang Ibu memiliki tanggung jawab atas dirinya kepada Allah,
keluarga, dan sesama. Sedangkan janin tersebut belum memiliki tanggungan apapun
karena belum dilahirkan ke dunia.
2. Euthanasia menurut hukum negara Indonesia
Menurut
hukum negara Indonesia, perbuatan euthanasia ini di kaitkan dengan Hak Asasi
Manusia (HAM), karena tindakan tersebut melanggar hak manusia untuk hidup.
Kemudian menurut ahli hukum pidana Universitas padjadjaran, Komariah Emong
mengatakan: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) mengatur tentang larangan melakukan euthanasia.
yakni dalam Pasal 344 KUHP yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa yang
diatur dalam KUHP adalah euthanasia aktif dan sukarela. Sehingga, menurut
Haryadi, dalam praktiknya di Indonesia, Pasal 344 KUHP ini sulit diterapkan
untuk menyaring perbuatan euthanasia sebagai tindak pidana, sebab euthanasia
yang sering terjadi di negara ini adalah yang pasif, sedangkan pengaturan yang
ada melarang euthanasia aktif dan sukarela.
Pada sisi lain, Komariah berpendapat, walaupun
KUHP tidak secara tegas menyebutkan kata euthanasia, namun, berdasarkan
ketentuan Pasal 344 KUHP seharusnya dokter menolak melakukan tindakan untuk
menghilangkan nyawa, sekalipun keluarga pasien menghendaki. Menurutnya, secara
hukum, norma sosial, agama dan etika dokter, euthanasia tidak
diperbolehkan[xii].
Di
tengah kontroversi pro dan kontra euthanasia pihak masing-masing bertahan
dengan alasan yang diyakini Alasan pro euthanasia adalah sebagai berikut :
a. Rasa
kasihan (mercy killing)
b. Faktor
ekonomi
c. Faktor
sosial
d. Pasien
siap mati wajar
e. Mati
batang otak
f. Pasien
menolak semua tindakan medis
g. Tindakan
medis tidak menolong lagi
h. Setuju
asal dilakukan dinegara yang melegalkan Euthanasia.
Dari
beberapa alasan di atas jika kita tinjau dari beberapa sudut pandang seperti
sudut pandang agama hanya memungkinkan jika pasien sudah siap mati dengan
tenang di tengah keluarganya. Jika dari segi medis jika pasien menolak semua
tindakan medis dan pasien sudah mati batang otak dari segi KODEKI tidak
melanggar sesuai dengan SK.PB. IDI no. 231/PB/A.4/07/90. Pasien dinyatakan mati
bila sudah terdapat kerusakan permanen pada batang otak[xiii].
Jadi dapat disimpulkan bahwa euthanasia aktif
dan sukarela secara tersurat dilarang oleh hukum negara, sedangkan euthanasia
pasif tidak dinyatakan secara tersurat di dalam KUHP maupun kode etik
kedokteran.
Kemudian penerapan
euthanasia terhadap penyakit AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome)
merupakan penyakit penurunan kekebalan tubuh manusia akibat serangan virus yang
disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Begitu masuk ke dalam tubuh
manusia, HIV dengan cepat akan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh. Sehingga,
orang yang telah terinfeksi HIV akan memiliki kekebalan tubuh yang sangat
rendah. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah sekali terserang pelbagai
jenis penyakit.
AIDS ini disebabkan
oleh virus yang ditularkan memalui hubungan seksual yang tidak sehat atau
berganti-ganti pasangan. Penyakit ini termasuk penyakit yang tidak dapat
ditemukan obatnya, dengan kata lain si penderita penyakit ini hanya menunggu
ajal menjemputnya.
Perawatan penderita AIDS menghabiskan banyak materi dan
waktu yang sangat lama, sedang penderita tidak memperlihatkan ada perkembangan
yang positif. Sewaktu-waktu orang dapat tertular AIDS jika penderita nekat
menularkan penyakitnya kepada orang lain misalnya melalui suntikan atau
hubungan seksual. Kemudian masyarakat akan resah dan ketakutan dengan penderita
AIDS yang tinggal diwilayahnya.
Jika kita melihat
betapa besar bahaya dan madharat penyakit AIDS ini baik bagi penderita
terlebih-lebih orang lain, maka tindakan euthanasia positif mungkin tepat
dilakukan pada penderita penyakit ini. Dalam kaidah fiqih dinyatakan bahwa “setiap
bahaya harus dihilangkan, dan mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada
mengambil kebaikan”[xiv].
Namun usaha yang
dilakukan pemerintah untuk menangani masalah ini adalah membuat suatu tempat
khusus yang terisolir dari keramaian untuk melakukan perawatan intensif bagi
penderita serta menghidari menularnya penyakit tersebut kepada orang lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas
secara menyeluruh tentang euthanasia, akhirnya penulis bisa menyimpulkan
beberapa hal yang dapat dijadikan jawaban atas permasalahan yang muncul pada
topik bahasan ini.
Bahwa pengertian
euthanasia adalah, pemudahan proses kematian atau mempercepat proses kematian
terhadap seseorang yang mengidap penyakit kritis dan tidak dapat disembuhkan
lagi dengan memberikan insturmen medis ataupun penghentian pengobatan kepada si
penderita dengan tujuan menghilangkan penderitaan yang dialami pasien, maupun
pihak keluarga.
Sejarah timbul dan
berkembangnya euthanasia telah dimulai pada zaman Yunani kuno, yang menganggap
euthanasia adalah sebagai bentuk pengorbanan diri untuk kepentingan kaumnya.
Kemudian para filosof juga melakukan euthnasia ini pada dirinya sendiri.
Beberapa negara mulai
melegalkan euthanasia ini pada tahun 1920 yang memang bertujuan untuk
menghilangkan beban atau rasa rakit yang diderita oleh pasien seperti di negara
Inggris, Australia,Negara bagian Oregon, Belanda, Belgia, Jepang. Jerman
sebagai negara yang melegalkan euthanasia pada masa Adolf Hitler, menggunakan
cara itu untuk memusnahkan manusia yang dianggap tidak berguna. Hingga saat ini
euthanasia masih populer, khususnya dinegara Indonesia yang sering terjadi
euthanasia pasif.
Euthanasia terbagi dua
macam, yaitu euthanasia aktif (positif), yaitu memudahkan proses kematian
seseorang akibat penyakit yang dideritanya dengan bantuan alat medis. Sedangkan
jenis kedua yaitu euthanasia pasif (negatif) adalah proses pemudahan kematian
dengan membiarkan pasien yang mengidap penyakit, tanpa pengobatan atau
penghentian pengobatan.
Hukum melakukan
euthanasia dibedakan berdasarkan jenisnya. Euthanasia aktif, dalam hukum negara
KUHP secara tegas dijelaskan tindakan tersebut tidak diperbolehkan dan dikenai
hukum pidana. Euthanasia pasif tidak diatur dalam hukum pidana negara dalam
artian pelaku tindakan ini tidak dikenakan hukum apapun.
Sedangkan menurut
pandangan Islam, segala bentuk euthanasia adalah perbuatan yang haram, karena
menyalahi takdir Allah, dan termasuk dalam perbuatan pembunuhan yang sanksinya
adalah neraka jahannam. Kecuali dalam keadaan darurat, seperti menyelamatkan
nyawa ibu yang melahirkan, dengan mengorbankan nyawa si bayi.
B. Rekomendasi
Makalah ini sajikan untuk menambah wawasan penulis tentang
fiqih kontemporer khususnya pada topik euthanasia. Makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan atau sumber rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa dan siapapun yang
ingin memperkaya ilmu pengetahuan keagamaan.
[i]Huzaimah
Tahidu Yanggo. 2005. Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer. Bandung:
Angkasa. 104.
[ii]M.
Ali Hasan. 1996. Masail Fiqhiyah al-Haditsah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
132.
[iii]Yusuf
Qardhawi. 1995. Hadyul Isla Fatawi Mu’shirah (terj. As`ad Yasin. Fatwa-fatwa
Kontemporer) Jakarta: Gema Insani. 749.
[iv]Setiawan
Budi Utomo. 2003. Fikih Aktual. Jakarta: Gema Insani. 176.
[v]Op.Cit.,
Huzaimah Tahidi Yanggo. 104.
[vi]Masyfuk
Zuhdi. 1992. Masail fiqhiyah. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. 157.
[viii]Op.cit.,Yusuf
Qardhawi. 749-750.
[ix]http://kadrybonjoly.blogspot.com/2013/05/euthanasia-fiqh-kontemporer.html. Diunduh pada tanggal 21-10-2013.
[x]Op.Cit.,
Huzaimah Tahidu Yanggo. 106-110.
[xi]
Op.Cit.,Setiawan Budi Utomo. 179-180.
[xii] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2235/pengaturan-euthanasia-di-indonesia diunduh tanggal
22-10-2013.
Comments
Post a Comment